Bunga Kehidupan sebuah blog membahas tentang pernik pernik kehidupan yang terfokus pada masalah pendidikan (The life flower one blog discussed about something that was interesting to the world of education)

Ketika Jantung Berhenti Berdetak

Ketika Jantung Berhenti Berdetak

Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Beberapa hari yang lalu, saya menyaksikan seseorang yang terkena serangan jantung. Meskipun cukup sering mendengar cerita-cerita tentang bagaimana menegangkannya saat-saat terjadi serangan itu, namun baru sekali itu saya menyaksikannya secara langsung. Pada saat yang paling kritis, saya mendengar suara seperti ‘mengorok’ di kerongkongan. Suara aneh itu membuat saya kalang kabut karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Di rumah sakit dokter mengajak saya untuk masuk ke sebuah ruangan yang didalamnya terdapat beberapa monitor komputer. Melalui perangkat komputer yang dihubungkan dengan selang kepada jantung itu dokter meminta saya untuk melihat secara langsung, apa yang terjadi didalam jantung. Sungguh, seluruh bulu kuduk saya serasa merinding.
 
Jantung adalah organ pertama yang terbentuk ketika jabang bayi memulai proses penciptaan atas seizin Tuhan. Dan jantung jugalah yang menandai akhir hidup seseorang. Hari itu, saya benar-benar mendapatkan kehormatan untuk memperoleh sebuah proses penyadaran diri tentang betapa berharganya hidup ini. Bagi Anda yang tertarik untuk menemani saya belajar memaknai hidup, saya ajak untuk memulainya dengan menerapkan 5 kemampuan Natural Intelligence berikut ini:  
 
1.      Menyadari betapa rentannya tubuh kita. Tubuh saya ini kurus, kecil; jauh dari bentuk ideal seorang pria jantan idaman para pemburu ketampanan. Bagaimana dengan Anda, apakah berperawakan sama seperti saya yang kerempeng? Ataukah Anda dianugerahi otot-otot yang kekar membentuk 6 gumpalan membanggakan ditengah-tengah perut seperti yang biasa dimiliki oleh para lelaki atletis?  Betapapun indahnya bentuk luar tubuh kita, boleh jadi isi didalamnya sama saja. Jantung yang saya lihat didalam tayangan langsung di ruang operasi itu menunjukkan bahwa tidak peduli sebesar dan sekekar apapun tubuh kita; kita ini sesungguhnya adalah mahluk yang rentan. Ketika Tuhan menyuruh jantung itu berhenti berdegup, maka tumbanglah tubuh setiap insan.
 
2.      Menyadari bahwa kita tidak tahu kapan hidup akan berakhir. Dua kakek saya meninggal dalam usia senja. Namun, salah satu anak saya meninggal hanya dalam hitungan minggu sejak dokter kandungan memberitahu kabar baik tentang detak jantungnya yang mulai terdeteksi oleh alat USG. Betapa penuh misterinya hidup yang kita miliki. Hingga tak seorangpun tahu kapan hidupnya akan berakhir. Setiap kali mengingat hal itu, saya selalu terdorong untuk bersegera menunaikan sembahyang yang sejak tadi masih tertunda-tunda. Setiap kali mengingatnya, kita termotivasi untuk mengurangi berbuat dosa. Dan setiap kali menyadarinya, kita kehilangan selera untuk berbuat curang atau nista. Semoga Tuhan berkenan membantu kita untuk selalu sadar bahwa kita tidak tahu kapan hidup ini akan berakhir.
 
3.      Menyadari bahwa kita akan dimintai pertanggungjawaban atas hidup. Ketika nafsu dan keserakahan memenuhi pikiran dan hati kita, biasanya kita tidak segan untuk melakukan apapun. Termasuk didalamnya perbuatan-perbuatan yang melanggar norma, atau mengambil sesuatu yang bukan hak kita. Sesungguhnya kita tahu jika perbuatan itu salah, namun dorongan hawa nafsu jauh lebih besar daripada pengetahuan tentang kebenaran. Ya sudah lakukan saja, mumpung tidak ada yang memergoki atau berani menghalangi. Mungkin kita perlu ingat kembali bahwa setiap perbuatan itu harus dipertanggungjawabkan. Dengan begitu, mungkin kita masih sempat berpikir ulang, setiap kali hendak berbuat curang. Atau melakukan tindakan-tindakan yang tidak disukai oleh Tuhan.
 
4.      Menyadari bahwa kita tidak bisa membayangkan kerasnya sisksaan Tuhan. Jika Anda pernah memegang palu, mungkin tangan Anda pernah secara tidak sengaja terpukul palu saat hendak memaku. Rasa sakitnya tentu bukanlah tandingan bagi pukulan palu malaikat yang marah karena kenistaan yang pernah kita lakukan semasa hidup. Jika Anda pernah memasak, mungkin tangan Anda pernah melepuh terkena kompor yang tengah menyala. Rasa panasnya bukanlah tandingan kobaran api didalam neraka yang menyala-nyala. Perlu berlatih dipukul martil sekeras apa supaya bisa tahan dari pukulan palu godam Tuhan? Harus latihan dibakar dengan api sebesar apa supaya bisa mengatasi panasnya api kemarahan Tuhan? Menyadari bahwa kita tidak bisa membayangkan kerasnya siksaan Tuhan, mungkin bisa lebih memotivasi kita untuk mengisi hidup dengan tindakan-tindakan yang bernilai.   
 
5.      Menyadari bahwa kita tidak berhak untuk menyulitkan orang lain. Kita sering mengira bahwa wacana tentang sorga dan neraka itu hanya cocok untuk dijadikan dongeng pengantar tidur saja. Hanya anak-anak yang layak mempercayainya. Orang dewasa seperti kita, tidak pantas lagi terbuai oleh cerita-cerita yang tidak ada bukti empiris tentang kebenarannya. Memang, hidup ini adalah pilihan. Kita boleh memilih untuk percaya, atau ingkar saja. Maka berbuat sesuka hati adalah hak kita. Namun, ada bagusnya jika kita sadar kita ini sama sekali tidak berhak untuk menyulitkan orang lain. Meski boleh berbuat nista, kita harus memastikan bahwa kenistaan yang kita buat itu tidak menjadikan orang lain menderita. Meski boleh mengambil yang bukan hak kita, namun kita tidak patut menyebabkan orang lain kehilangan kepemilikannya. Meski boleh mengambil sesuka hati kita, tapi kita tidak berhak menjadikan perusahaan mengalami kerugian. Menyadari bahwa kita tidak berhak untuk menyulitkan orang lain, mungkin membantu kita untuk menyadari bahwa tidak ada tindakan dan perilaku kita yang tidak terhubung dengan orang lain. Maka perilaku positif, hanya itulah pilihan yang kita miliki.
 
Menepuk dada adalah pertanda bahwa kita percaya diri dan yakin akan semua kemampuan yang kita miliki. Namun, kita sering tidak sadar bahwa didalam dada yang kita tepuk-tepuk itu ada sebuah organ penting yang menentukan hidup dan mati kita. Organ itu bernama jantung. Maka setiap kali kita menepuk dada, alangkah baiknya sambil mengatakan;”Tuhan, terimakasih telah Engkau izinkan aku memiliki jantung ini.” Dengan begitu, mungkin kita bisa semakin termotivasi untuk mengisi hidup yang singkat ini dengan segala hal yang Dia sukai.
 
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman  - 17 Juni 2011



Posted by Health Care , Published at 8:31 AM and have 0 comments

Tidak ada komentar :