Bunga Kehidupan sebuah blog membahas tentang pernik pernik kehidupan yang terfokus pada masalah pendidikan (The life flower one blog discussed about something that was interesting to the world of education)

Mencegah Kecanduan Gawai pada Anak

Mencegah Kecanduan Gawai pada Anak

Oleh: Hasanudin Abdurakhman

Kecanduan gawai artinya anak menghabiskan sangat banyak waktu dengan gawai. Waktu mereka dengan gawai melebihi waktu interaksi dengan manusia nyata. Anak selalu memegang gawai dalam setiap kesempatan, termasuk pada saat makan, atau di tempat tidur. Mereka abai terhadap banyak hal, seperti interaksi dengan orang lain, pelajaran, dan tugas-tugas di rumah.
Saya tak perlu berpanjang lebar menjelaskan akibat kecanduan gawai itu. Anak jadi susah dikontrol, tidak lagi mendengarkan kita. Hubungan kita dengan anak terputus. Prestasi belajar mereka akan rusak. Boleh jadi fisik mereka pun akan rusak, terutama mata.
Bagaimana mencegahnya? Pertama, membebaskan diri kita dari kecanduan gadget. Anak yang kecanduan biasanya tumbuh dari orang tua yang kecanduan.
Anak tidak hanya meniru orang tua, tapi menemukan pelarian sendiri saat diabaikan oleh orang tua mereka yang kecanduan. Maka kalau Anda sendiri mengalami kecanduan dengan ciri-ciri di atas, segeralah lakukan pengobatan untuk diri Anda sendiri.
Apa yang mesti dilakukan agar anak kita tidak kecanduan gawai? Sebenarnya ini berlaku juga untuk berbagai jenis kecanduan lain, seperti TV, game, atau komik. Hal terpenting adalah menyediakan waktu sebanyak mungkin untuk berinteraksi dengan anak, memberi mereka perhatian sebanyak mungkin.
Anak-anak pada dasarnya sangat membutuhkan interaksi dengan orang tua. Mereka akan lapor saat melihat, mendengar, atau mengalami sesuatu yang tidak biasa, atau membuat mereka senang/sedih.
Tapi apa yang terjadi saat anak memberi tahu sesuatu pada kita? Kita mengabaikannya, menganggapnya tidak penting, atau bahkan memarahinya. Itu terjadi karena kita sendiri asyik dengan hal lain seperti gawai, TV, obrolan dengan teman, atau dengan pekerjaan kita.
Kalau itu terjadi, anak akan mulai berhenti bicara dengan mereka. Mereka akan mencari hal-hal lain.
Kedua, ajak anak melakukan aktivitas bersama. Bentuknya bisa sangat banyak. Bisa main, masak, olah raga, berbincang, atau sekedar bercanda.

Thinkstockphotos Ilustrasi
Banyak orang tua yang mengeluh, sulit menyuruh anak berhenti dari keasyikan mereka dengan gawai. Kenapa? Karena hanya disuruh, tidak dialihkan kepada hal lain yang lebih positif, dan orang tuanya tidak terlibat.
Ketimbang menyuruh, mengajak akan lebih efektif. Kalau anak-anak terlalu asyik nonton TV atau main gawai, cobalah ajak mereka melakukan hal lain, seperti main sepeda, atau hal lain. Pasti akan lebih mudah.
Ketiga, bantu anak dalam pelajaran. Kesulitan dalam pelajaran membuat anak menjadi kehilangan gairah untuk belajar. Saat mereka kesulitan banyak orang tua yang tidak peduli, tidak membantu. Anak jadi frustrasi. Mereka enggan belajar, dan mulai mencari hal lain.
Bantulah anak mengatasi kesulitan mereka, buat agar belajar itu menyenangkan. Manfaatkan internet untuk melakukan eksplorasi yang membuat pelajaran lebih menarik dan mudah dipahami.
Keempat, perhatikan batas umur anak. Jangan berikan penguasaan gawai kepada anak yang belum cukup umur. Demikian pula dengan akun media sosial. Facebook misalnya menetapkan batas usia minimal 13 tahun. Jangan langgar batas itu.
Kelima, beri tahu anak tentang apa itu internet, manfaat dan kerugiannya. Tidak cukup sekali, tapi mesti berulang-ulang, agar anak-anak paham dan sadar.
Keenam, batasi dan minimalkan waktu penggunaan gawai oleh anak-anak secara ketat. Biasakan pula agar mereka mengaksesnya di ruang terbuka, misalnya di ruang keluarga, yang berada dalam jangkauan pengawasan kita. Jangan biarkan anak-anak terbiasa main gawai di tempat tersembunyi. Jangan biarkan mereka main gawai saat kita tidak berada di dekat mereka.
Intinya adalah, penuhi waktu anak dengan interaksi bersama kita, sehingga mereka cukup mendapat perhatian, dan tidak tenggelam dalam keasyikan sendiri.
Editor : Wisnubrata



Posted by Health Care , Published at 7:06 AM and have 0 comments

Tidak ada komentar :