Beberapa minggu yang lalu saya, secara pribadi, mengeluhkan banyaknya tanggungjawab yang harus saya emban beberapa bulan terakhir, kepada seorang teman, di belahan benua lain, lewat media surat elektronik. Namun saya kemudian berefleksi akan keluhan saya, dan berkata dalam hati tampaknya saya telalu terburu-buru mengeluhkan hal itu.Sering juga saya mendengar keluhan orang akan tanggungjawab yang dirasakannya cukup berat, dan berharap orang lain bisa merasakan betapa susah dan beratnya tanggungjawab yang ia miliki. Serasa ia lah orang paling sulit dan menderita di dunia ini.
Dengan Tanggungjawab Manusia Menjadi Lebih ManusiawiUntuk apa sih manusia harus bertanggungjawab? Ternyata tanggungjawab itu membuat manusia lebih manusiawi. Karena sebenarnya tanggungjawab itu mengandaikan manusia memiliki kebebasan eksistensial, yang merupakan salah satu ciri khas kemanusiawian manusia. Kebebasan eksistensial adalah kemampuan manusia untuk menentukan dirinya lewat tindakan. Dengan demikian jika seseorang memiliki kebabasan eksistensial seorang dapat dengan bebas menentukan dan melakukan apa yang baik dan bernilai bagi dirinya.
Kalau kata Imanuel Kant, seorang filsuf Jerman, bahwa seseorang bisa dinilai bermoral baik jika ia melakukan tanggung jawab, semata hanya karena tanggungjawab per se tanpa ada “udang dibalik batu”. Saya lebih setuju pemikiran Max Sheler, seorang kritikus Kant, bahwa sebenarnya seorang bisa dinilai baik jika ia melakukan tanggungjawab demi nilai yang ada dibalik tanggungjawab itu.
Jadi sebenarnya seseorang yang melakukan tanggungjawab karena demi nilai-nilai yang terkandung dibaliknya itu adalah orang yang sedang melaksanakan kebebasan eksistensialnya. Ia bebas memilih melakukan apa yang dianggapnya bernilai, tidak terikat oleh nafsu tak teratur yang membuat seseorang enggan melaksanakan tanggungjawabnya. Misalnya perasaan malas, emosi sesaat, mood, dan perasaan paling menderita di dunia. Keterikatannya pada nafsu itu lah yang sebenarnya mengikat seseorang hingga ia tak bisa melaksanakan kebebasan eksistensialnya, intinya jika seseorang takluk pada nafsunya, sebenarnya ia kehilangan kebebasan eksistensialnya.
Kemampuan Tanggungjawab Mesti Dilatih
Rasa tanggungjawab atas tanggung jawab yang kita miliki, menurut saya memiliki fungsi yang sama seperti fungsi otot pada tubuh kita. Pandangan saya ini mengacu pada satu contoh yang diberikan oleh buku 7 Habit of Highly Effective People karangan Stephen Covey cetakan tahun 1997, pada bagian “Asahlah Gergaji”. Ia memberikan contoh bagaimana temannya memohon untuk memberikan beban lebih dari alat fitness yang digunakannya, nyatanya temannya itu tetap bisa mengangkat beban itu seberapa besarpun beban yang ditambahkan. Memang sulit dipercaya tapi ini nyata. Walaupun setelah latihan fisik itu otot kita sobek, ia akan membentuk jaringan yang lebih kuat lagi dan untuk selanjutnya kita bisa mengangkat beban yang lebih berat lagi.Saya kemudian ingat kata-kata bijak seorang filfuf bahwa, “akal budi tidak akan mewajibkan melakukan sesuatu yang tidak dapat kita lakukan”. Jadi sebenarnya apa yang akal budi bebankan pada kita, dan itu adalah tanggungjawab, dapat kita lakukan, tanpa kecuali.Sama halnya dengan tanggungjawab, semakin besar dan banyak tanggungjawab yang kita pikul, akan semakin kuatlah kita. Akan semakin kuatlah mental kita dalam menghadapi tanggungjawab lain yang lebih berat. Walaupun pada awalnya kita mengeluh serasa sebagai orang paling menderita di dunia, perasaan itu akan hilang digantikan rasa bangga karena mampu menghadapi semua itu, dan juga digantikan oleh kekuatan yang lebih besar untuk bisa menanggung tanggungjawab yang lebih besar lagi.
Konklusi
Jadi berbahagialah bagi kita yang merasa memiliki beban yang berat dari tanggunjawab karena itu akan membuat kita semakin manusiawi, dan semakin membuat kita dapat bertahan pada tanggungjawab yang lebih besar yang segera akan kita dapatkan.
Saturday, 13 October, 2007 11:05 PM
Emanuel atmojo
Posted by
3:21 PM
and have
0
comments
, Published at
Tidak ada komentar :
Posting Komentar