Ariesta Forestyani
Hari Minggu seharian si kecil nongkrongin televisi. Bagus-bagus acaranya. Mulai Doraemon, PMan, hingga Dragonball. Masih juga dilengkapi dengan kehadiran gadis kecil berambut pendek bertas ransel yang populer disebut Dora. Sebegitu menariknyakah kehadiran kotak ajaib yang kini menjadi barang wajib dalam setiap rumah itu? Haruskah kita membiarkan si kecil berada di depannya tanpa ada kita di hadapannya? Artikel berikut ini bisa jadi bahan panduan Anda. Selamat membaca!
Sayangnya banyak tayangan TV yang sama sekali tak baik bagi perkembangan anak.
Anda mau bukti konkret? Teruslah membaca artikel ini ya. Sebuah penelitian regional yang melibatkan anak-anak Kanada, Australia, Amerika dan Indonesia dalam hal menonton televisi mendapatkan hasil menarik. Mau tahu? Anak Indonesia adalah penonton TV terlama, disusul Amerika, Australia dan paling rendah Kanada.
Hal ini tak lepas dari perubahan gaya hidup masa kini yang dianut sebagain besar orang tua di Indonesia: Sibuk bekerja, pengasuhan anak diserahkan kepada pengasuh serta berbagai faktor lain yang mengiringi.
Menonton televisi tampaknya membawa dampak negatif pada perkembangan anak dibanding dampak positif. Dari televisi anak-anak dapat menyaksikan semua tayangan, bahkan termasuk yang belum layak mereka tonton, mulai kekerasan dan kehidupan seks.
Dr. Endang Darmoutomo, MS, SpGK, dalam seminar yang diselenggarakan 'Dancow Parenting Center' beberapa waktu lalu mengungkapkan kecenderungan menonton tv terlalu lama akan meningkatkan angka obesitas pada anak-anak. Satu jam nonton tv misalnya, akan meningkatkan obesitas sebesar 2%. Pasalnya selama menonton TV, lanjut Dr. Endang, anak lebih banyak ngemil dan tak melakukan aktivitas olah tubuh.
Hal yang sama berlaku bagi anak yang lebih suka bermain games atau komputer dibanding anak yang bermain-main di luar bersama teman-teman. "Saat nonton tv atau main game, terjadi ketidakseimbangan energi yang masuk dan yang digunakan," ujar Dr. Endang. Saat anak nonton tv, kalori yang dibakar hanya 36 kkal/jam, padahal apa yang dia konsumsi jauh melebihi kalori yang digunakan. "Anak perlu aktif untuk bertumbuh," tandas Dr. Endang.
Obesitas tak hanya berdampak buruk bagi kesehatan karena mengundang berbagai penyakit seperti hipertensi, diabetes, gangguan sendi, penyakit jantung koroner hingga stroke saat anak dewasa, namun juga dapat mengganggu psikologis anak. Ingat, obesitas akan terbawa saat anak dewasa jika tak ditangani secara baik. Mungkin ia akan merasa malu, rendah diri, bahkan merasa tak berharga karena memiliki tubuh 'berbeda' dibanding teman-teman di lingkungannya.
Apa lagi dampak negatif menonton televisi pada anak selain obesitas? Ternyata menonton tv terkait erat dengan kecerdasan. Menurut Dr. Hardiono D. Pusponegoro, SpA (K) mengutip hasil penelitian Hancox RJ. Association of Television Viewing During Childhood with Poor Educational Achievement.
Arch Pediatr Adolesc Med 2005, bahwa menonton tv saat masa anak dan remaja berdampak jangka panjang terhadap kegagalan akademis umur 26 tahun.
Sedangkan penelitian lain mengenai pengaruh tv terhadap IQ anak mendapati hasil bahwa anak di bawah 3 tahun yang rajin menonton televisi setiap jamnya ternyata hasil uji membaca turun, uji membaca komprehensif turun, juga memori. Yang positif hanyalah kemampuan mengenal dengan membaca naik. Dari situ disimpulkan bahwa menonton tv pada anak di bawah 3 tahun hanya membawa lebih banyak dampak buruk dibanding efek baiknya.
Anak yang sering menonton tv juga mengalami masalah pada pola tidurnya, seperti terlambat tidur, kurang tidur bahkan tak bisa tidur, cemas tanpa sebab, terbangun malam dan mengantuk pada siang hari.
Dr Hardiono menjelaskan, otak berfungsi merencanakan, mengorganisasi dan mengurutkan perilaku untuk kontrol diri sendiri, konsentrasi atau atensi dan menentukan baik atau tidak. "Pusat di otak yang mengatur hal ini adalah korteks prefrontal yang berkembang selama masa anak dan remaja," papar Dr. Hardiono. Televisi dan game video yang mindless (tak membutuhkan otak untuk berpikir) akan menghambat perkembangan bagian otak ini.
Lebih lanjut Dr. Hardiono memaparkan, hanya dari menonton televisi saja otak kehilangan kesempatan mendapat stimulasi dari kesempatan berpartisipasi aktif dalam hubungan sosial dengan orang lain, bermain kreatif dan memecahkan masalah. Selain itu tv bersifat satu arah, sehingga anak kehilangan kesempatan mengekplorasi dunia tiga dimensi serta kehilangan peluang tahapan perkembangan yang baik.
Nah masih tega membiarkan anak tercinta kita sendirian di depan televisi? Tentu lebih bijak rasanya kalau kita menemaninya sembari memberikan pengertian mengenai acara yang berlangsung. Siapa sih yang ingin anaknya memiliki pengetahuan luas? Tetapi siapa juga yang ingin anaknya terjerembab dalam dunia lain, mimpi layaknya suguh
an televisi? Oke, selamat menjadi orang tua yang bisa menjelma sahabat anak-anak!
Didaptasi dari : hanyawanita.com
Posted by
11:24 AM
and have
0
comments
, Published at
Tidak ada komentar :
Posting Komentar