Oleh: Marjohan M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar
Pendidikan adalah kata yang amat sering diperbincangkan orang di seluruh dunia, Itu karena pendidikan sangat menyentuh dan menentukan nasib dan kualitas bangsa itu sendiri. Selama ini banyak orang beranggapan bahwa pendidikan itu adalah tanggung jawab sekolah. Maka kalau ada kata pendidikan, lantas yang terbayang adalah gedung sekolah- TK, SD, SMP, SMA, MAN, SMK, terus Akademi, Universitas dan perguruan tinggi lainnya. Anak-anak yang pintar di sekolah berasal dari rumah yang orang tuanya sangat peduli dengan pendidikan. Maka pendidikan di rumah dengan orang tua sebagai pendidik dan motivator sangat menentukan kualitas pendidikan bangsa yang besar ini.
Demikianlah, orang tua memegang peran yang sangat penting dalam memajukan bangsa lewat mendidik dan memajukan anak-anak mereka sendiri. Orang tua tidak perlu harus tahu dengan matematik, bahasa asing (Inggris, Arab, Jepang), akuntansi, fisika dan lain-lain, namun mereka mampu menciptakan generasi yang bernas melalui model, motivasi dan semangat yang mereka pompakan pada anak sepanjang waktu. Mereka juga perlu belajar bagaimana menjadi orang tua yang cerdas terhadap anak-anak mereka sendiri. Mereka perlu, terlebih dahulu memahami mengapa dan bagaimana anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Tidak memahami pertumbuhan dan perkembangan anak telah membuat jutaan orang tua di dunia ini menjadi salah didik. Maka agar tidak salah didik, carilah informasi tentang mendidik anak.
Alex Sobur (1986) menulis buku dengan judul “Anak Masa Depan”. Buku itui membahas banyak hal. Orang tua perlu memahami eksistensi anak dalam keluarga, tentang pendidikan moral dan agama anak, mendorong motivasi anak, tentang peran orang tua dan anggota keluarga yang lain dalam mendidik anak.
Eksistensi posisi urutan anak dan pendidikan moral.
Adalah sangat perlu memahami eksistensi perkembangan anak. Karakter anak adakalanya dipengaruhi oleh posisi urutan kelahiran anak. Urutan anak menurut kelahiran adalah seperti, anak sulung, anak bungsu, anak tunggal dan anak urutan yang ke sekian. Setiap urutan anak memperlihatkan karakter yang khas. Anak sulung memperlihatkan sikap ingin menguasai dan mengatur adik. Umumnya orang tua lebih santai terhadap anak yang ke dua atau urutan selanjutnya. Anak bungsu bisa berkembang tanpa banyak mengalami kesulitan, Ia banyak yang menolong. Namun orang tua secara tidak sadar biasanya memperlakukan anak bungsu sebagai anak kecil. Karakter anak bungsu kadangkala ingin menang sendiri dalam perhatian. Anak bungsu cenderung menjadi anak yang paling ambisius.
Barangkali anak tunggal adalah anak yang agak unlucky-kid karena ia tidak mengalami persaingan dengan saudaranya dan sukar untuk berbagi perasaan. Tetapi ia dapat bersaing dengan teman sebayanya. Plusnya buat anak tunggal adalah bahwa ia dianggap mampu belajar mandiri dan punya rasa percaya diri yang lebih besar. Kadang kala anak tunggal diperlakukan sebagai raja kecil, namun lain kali sebagai budak- bekerja sendirian. Anak tunggal penuh perlindungan dan ia pun mudah putus asa, lebih pemalu dan egois.
Orang tua juga punya peran besar dalam pengembangan pendidikan agama dan moral anak. Kuaitas agama anak (seseorang) ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, dan latihannya pada masa kecil dan saat iaremaja. Orang yang tidak pernah mendapat didikan agama pada waktu kecil (sampai remaja) maka ia tidak merasakan pentingnya beragama pada waktu dewasa.
Bagaimana dengan moral anak ? Moral anak perlu dikembangkan sejak usia dini. Eksistensi moral mereka saat masih kecil, misal pada masa prasekolah tergantung pada reward dan punishment. Kualitas reward dan punishment dari orang tua punya peran, perlu untuk dicatat bahwa dalam mengembangkan moral anak agar lebih banyak mengekspos “reward atau pujian”. Namun fenomena dalam mayarakat, ditemukan bahwa banyak orang tua lebih gemar memberi punishment atau hukman saat anak melakukan kesalahan dan kikir memberi pujian saat anak berkarakter terpuji. Adalah sangat tepat bila anak pandai menyapu rumah atau merapikan kamar, maka orang tua seharusnya buru buru memberi pujian “terimakasih , bapak/ ibu senang karena kamu anak yang rajin”, pastilah saat berkata demikian anak merasa sebagai orang yang sangat berarti.
Perkembangan moral anak juga ditentukan oleh kualitas interaksinya dengan sosial, terutama dengan teman-teman sebaya. Lewat interaksi atau pergaulan ia bisa membuat penilaian “mana karakter yang baik dan mana yang buruk”, cara berteman yang baik, cara mencurahkan kasih sayang, sopan santun dan tolong menolong.
Kemudian bagaimana tentang pemahaman anak tentang Tuhan ? Gambaran tentang Tuhan bagi anak sering bercampur dengan beberapa pengalaman. Pengalaman itu punya faedah untuk menanamkan kesan baik dalam fikiran mereka. Sangat penting untuk memperkenalkan dan menerangkan tentang Tuhan pada nya sejak usia kanak-kanak. Selain dari orang tua, anak juga memperoleh informasi tentang Tuhan dari orang-orang sekitar.
Ternyata tanpa kita sadari bahwa anak meniru karakter kita (orang tua mereka). Sejak usia dini, usia 3 – 6 tahun , anak mulai meniru orang tua, yaitu watak dan prilaku kita. Ini terlihat melalui bermain peran. Orang tua yang lembut, mengajarkan tentang Tuhan itu Maha Lembut, dan orang tua yang keras mengajarkan tentang Tuhan itu Maha Keras.Pandangan anak tentang konsep Tuhan dipengaruhi oleh figur ayah, yang meliputi unsur-unsur emosi seperti rasa cinta, kepercayaan, rasa kagum dan ketakutan. Anak yang sedikit atau jarang mendengar Tuhan dibahas dalam rumah maka tentu tidak memiliki konsep tentang Tuhan.
Peran orang tua dan anggota keluarga lain pada anak.
Ibu adalah orang yang utama dan pertama punya peran dalam mengukir kepribadian anak dan bagaimana gambaran mereka kelak. Peran ibu yang besar adalah dalam menanakan rasa cinta pada “sang buah hati”. Ibu perlu memperlihatkan rasa cinta dan tulusnya pada anak. Dalam hidup ini cukup banyak anak-anak yang menjadi rusak emosinya karena tidak merasakan cinta ibu dalam rumah, terutama bagi ibu egois yang sangat mementingkan karir dan jabatan dalam untuk mencari kehormatan yang kadang kala penuh kepalsuan. Bila anak merasa kurang perhatian orang tua, terutama dari sang ibu, maka ia akan menjadi gelisah dan kurang puas. Setelah ibu, maka dituntut peran dan tanggung jawab dari ayah.
Anak selalu butuh kualitas perhatian ayah dan ibu (orang tua) melalui kehangatan hubungan mereka. Hubungan orang tua dan anak yang kaku, penuh permusuhan maka kelak membuat anak suka melawan. Ini penyebab awal dari tipe individu dan anti sosial. Figur Ayah sangat penting dalam pembentukan pribadi anak. Ayah merupakan tokoh identifikasi disamping figur ibu. Pribadi ayah menjadi tolok ukur bagi pembentukan prilaku anak. Bila ayah punya peranan dalam keluargadan masyarakat maka anak akan punya kepribadian yang mantap. Sebaliknya bila ayah kurang berperan dalam keluarga, apalagi tidak aktif dalam masyarakat, serta dalam kehidupan anak, maka anak akan kehilangan pegangan atau figur ayah.
Idealnya ayah harus aktif dan puya agenda atau kegiatan hidup. Tidak pantas ayah menjadi raja kecil yang senang serba mengatur, bengong dan senang menganggur atau kongkow-kongkow, duduk membuang waktu. Sebab anak akan kurang pengalaman bila ayahnya kurang aktif. Apalagi bila anak tumbuh tanpa kehadiran ayah yang aktif dan kreatif disampingnya atau di rumah. Ayah musti melowongkan waktu untuk bermain dan bergaul dengan anak Ayah seharusnya juga menjadi pendidik, tidak hanya mengandalkan pada peran ibu, namun ayah tidak boleh menjadi pendidik yang keras atau otoriter.
Dlam masyarakat yang menganut system keluaga besar, extended family, dimana selain kehadiran kekuarga inti (ayah, ibu dan anak) juga ada kakek dan nenek. Tentu saja kakek dan nenek juga memberi peran dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Namun Kakek dan nenek harus ingat bahwa yang berkuasa atas anak adalah orang tuanya. Inilah kadang kala penyebab orang tua dan kakek-nenek agak cekcok. Gara-gara berebut lahan dalamm mempengaruhi sang cucu. Apalagi bila kakek-nenek merasa lebih pintar.
Pendidikan dan sekolah anak.
Di akhir masa balita (usia lima tahun) maka anak perlu mengenal lingkungan sekolah. Kalau anak punya kakak yang sudah bersekolah. Maka ia sudah punya bayangan tentang sekolah. Masa awal bersekolah, terutama di SD, merupakan masa penyesuaian diri yang cukup berat. Cukup banyak anak yang mulai mengenal stress pertama dalam hidupnya gara-gara berada di sekolah yang tidak bias memenuhi egosentrisnya sebagai raja kecil. Sehingga sang ibu atau yah terpaksa agak repot menenangkan emosi dan menemani mereka. Tetapi anak yang sudah bersekolah di TK akan tidak begitu canggung masuk sekolah yang baru (SD) karena ia sudah bisa berpisah dengan rumah. Ibu, ayah, dan anggota keluarga yang lain ada baiknya sebelum anak bersekolah, membawa anak main-main ke sekolah.
Kelas I SD merupakan loncatan dari dunia permainan ke dunia yang lebih komplek dan serius. Ia mulai berkenalan dengan tata tertib, disiplin , tugas dan tanggung jawab dan harus bisa untuk bangun pagi dan membuat PR yang teratur.
Sejak dari bangku TK, anak mulai tahu dengan kosakata baru, yaitu “Rapor”. Rapor yaitu catatan presrasi akademi anak secara kognitif, afektif dan psikomotorik (kecerdasan logika, sikap dan keterampilan) . Rapor punya eksistensi yang pending dalam mencatat nilai atau perkembangan anak. Tanpa adanya rapor atau penilaian maka tidak akan ada rangsangan untuk mencapai keberhasilan.
Walaupun di sekolah anak memperoleh bimbingan dari guru namun anak lebih banyak belajar dari contoh (model langsung) dari pada petunjuk orang tua atau khotbah-khotbah . Orang tua perlu selalu memompakan semangat dan dorongan dalam belajar. Sekali lagi bahwa lebih pas kalau orang tua juga memberi model. “walaupun sudah tua ayah juga selalu belajar seperti kamu”, kata seorang ayah pada anaknya sambil membaca biografi atau buku tentang filsafat kehidupan.
Dalam membimbing anak agar dapat tumbuh dan berkembang, orangtua perlu punya hubungan dengan guru di sekolah. Kontak akrab dan hangat antara guru dan orang tua sangat besar manfaatnya bagi pertumbuhan, perkembangan dan prestasi anak. Guru dapat mengemukakan keluhan mengenai perkmbangan kemampuan anak. Kunjungan guru ke rumah orang tua juga penting, (dan tentu butuh pengorbanan dari pihakguru). Ini berguna untuk mengetahui latar belakang kehidupan siswa/ anak di rumah. “Lakukanlah komunikasi guru- siswa- orang tua di sekolah secara teratur”.
Membina motivasi dan prestasi belajar anak
Motivasi untuk berprestasi bagi anak perlu dikembangkan. Anak-anak orang yang berhasil dalam akademik dan non kademik adalah anak yang punya motivasi. Motivasi dapat tumbuh dalam suasana yang bebas, merdeka, tanpa ketegangan dan tuntutan yang berlebihan dan anak perlu merasa dihargai dan diterima apa adanya.
Anak perlu punya prestasi. Tingkah laku berprestasi adalah anak cenderung untuk selalu menyelesaikan tugas, dan punya rasa kompetisi terhadap diri. Prestasi yang baik adalah hasil dari belajar yang baik pula. Tetapi sering orang tua baru memberikan perhatian pada pelajaran anak, setelah rapor anak sangat jelek, banyak tinda merah atau angka mati. Orang menyebut dengan istilah rapor yang “kebakaran”. Prestasi buruk tidak berarti anak bodoh, untuk itu orang tua perlu introspeksi diri.
Sikap dan pribadi orang tua dapat mewarnai motivasi dan prestasi anak yang juga terrefleksi dalam kepribadiaannya. Agar orang tua bisa berpengaruh dalam menanamkan motivasi dan prestasi belajar, saratnya tentu musti ada keakraban, kehangatan dan komunikasi antara orang tua dan anak.
Prestasi dan motivasi anak juga ditentukan oleh bakat dan intelligent quotient (IQ) anak. Perlu diketahui bahwa anak berbakat merupakan interaksi – kemampuan di atas rata-rata, kreatif, cemerlang berfikir dan bertanggung jawab. Kemudian tentang IQ, bahwa anak yang ber IQ tinggi ada kalanya egois, namun ada kalanya mandiri, hangat dalam bergaul, imajinasi kreatif dan memiliki rasa humor. Kelemahannya adalah kadang kala malas, tak sabar, sering gelisah dan sering mengganggu.
Selain anak ber IQ tinggi, ada lagi istilah “anak berbakat”. Anak yang berbakat lebih suka bermain dengan anak yang lebih tua usianya, dan adakalanya menjadi pemimpin kelompok. Untuk merangsang potensi anak berbakat maka orang tua perlu menyediakan lingkungan yang kaya imajinasi, dan membiarkan anak untuk menyelidiki lingkungan tanpa banyak diusik.
Mendorong minat belajar anak.
Orang tua perlu menjaga semangat belajar anak agar tidak luntur dan rusak, karena belajar bukanlah proses jangka pendek. Ia perlu dorongan moral dan suasana, membiasakan anak membuat PR dan belajar di rumah.
Orang tua harus tahu bahwa anak perlu membuat jadwal belajar di rumah, tetapi berimbang antara belajar, membantu orang tua, hobi dan bermain. Anak tidak harus belajar terlalu lama sebab akan mengancam semangat belajar, biar belajar 30 menit untuk satu mata pelajaran, yang penting teratur dan sering. Orang tua sedapat mungkin menemani anak SD dalam belajar. Dan jangan membentak bentak anak-anak bila belum mengerti. Sikap kasar tidak akan membantu anak, sebab anak bias jadi gelisah dan takut.
Tentang PR (Pekerjaan Rumah), sebaiknya orang tua ikut melihat pelajaran yang telah diperoleh anak di sekolah dan ajaklah anak untuk belaja dengan teratur di rumah. Bila PR selesai, sebaiknya orang tua perlu untuk menelitinya lagi. Waktu mengerjakan PR anak tidak boleh diganggu oleh waktu bermain dan pergaulan sosial, agar PR tidak jadi masalah- bermainlah saat bermain dan belajar saat belajar. .
Konsentrasi anak,
Akhir kata adalah tentang konsentrasi anak. Untuk bisa berkosentrasi, anak perlu untuk punya motivasi. Hal-hal yang mengganggu konsentrasi anak anak adalah seperti faktor luar dan factor dalam. Rangsangan luar dapat mengganggu kosentrasi anak, demikian pula bila ada konflik dalam rumah tangga. Konflik antar anak-anak; anak- orang tua, dan orang tua-orang tua. Kosentrasi bisa buyar karena perhatian teralih oleh sesuatu yang lebih menarik.
Jangan mengganggu anak yang asyik bermain, asyik dengan hobi, dan sedang asyik membaca. Bila anak sering terganggu kosentrasi, ia mudah kehilangan gairah belajar. Kurangnya gerak badan dapat mempengaruhi konsentrasi. Berikan anak waktu untuk berkosentrasi dalam menyelesaikan pekerjaan.
Mengangkat harga diri bangsa ini kini tidak saja tanggung jawab sekolah, dengan unsure guru, dan lingkungan sekolah tetapi sekarang juga tanggung jawab rumah dengan ayah dan ibu sebagai guru utama anak. Yang sangat diperlukan untuk membuat anak cerdas dan terdidik dari pihak orang tua adalah dari segi atau sentuhan motivasi. Memaksimalkan peran dalam mndidik- menemani dan memfasiltasi anak dalam belajar adalah peran terpenting dari orang tua.
(Catatan: Alex Sobur. 1986. Anak Masa Depan. Bandung : Angkasa).
Posted by
9:30 PM
and have
0
comments
, Published at
Tidak ada komentar :
Posting Komentar