Kami termasuk keluarga yang beruntung untuk mendapatkan doorprize pada saat mengikuti acara Family Gathering beberapa hari yang lalu. Hadiahnya berupa sebuah helm sepeda gunung. Anak saya yang berusia 7 tahun sangat terkesan dengan helm itu sehingga sepanjang hari dia memakainya terus bahkan dibawanya hingga menjelang tidur. Helm seyogyanya berfungsi untuk menjaga kepala kita agar tidak ada benda dari luar yang masuk kedalam. Namun selain helm sepeda gunung seperti yang dimainkan anak saya itu, kita juga memiliki jenis helm lain yang menutup kepala kita rapat-rapat. Saya menyebutnya sebagai ‘helm pikiran’. Apakah Anda sudah bisa menebak maksudnya?
Tujuan kita mengenakan helm adalah untuk melindungi kepala agar jangan sampai terkena pengaruh dari luar. Tetapi, menyimak perilaku anak saya dengan helm barunya itu, saya teringat betapa terbiasanya kita menggunakan ‘helm pikiran’ hingga sering terjebak dalam kesempitan pemikiran sendiri. Ciri orang yang mengenakan helm pikiran secara baik adalah selalu bisa menghalau pengaruh buruk yang datang dari luar, sambil terus menerima hikmah yang datang. Sedangkan ciri orang yang mengenakan helm pikiran secara buruk adalah senantiasa bersikap picik, skeptis, dan menolak hikmah yang ditebarkan oleh orang lain. Bagi Anda yang tertarik untuk menemani saya memahami lebih lanjut tentang helm pikiran ini, saya ajak untuk memulainya dengan menerapkan 5 kemampuan Natural Intelligence berikut ini:
1. Bersikaplah protektif tetapi tetap terbuka. Tidak salah jika kita mengira bahwa diluar sana banyak sekali pengaruh buruk yang mengancam kebersihan dan kejernihan pikiran. Namun diantara pengaruh buruk itu ada begitu banyak pemikiran yang justru sangat mencerdaskan dan mencerahkan. Oleh karenanya, kita perlu pandai memilah mana pengaruh luar yang buruk dan mana yang baik. Setelah mengenalinya, lalu lindungilah jangan sampai pengaruh pemikiran buruk itu memasuki otak kita. Pada saat yang sama, ijinkanlah pengaruh pemikiran positif untuk masuk kedalamnya. Caranya; abaikan gagasan-gagasan dan pemikiran negatif yang dihembuskan kepada Anda. Dan terimalah pemikiran positif dengan hati terbuka.
2. Milikilah pemikiran yang bersih. Kita tidak akan bisa menerima pemikiran yang bersih, baik dan positif jika otak kita sendiri dipenuhi oleh pemikiran kotor. Sebaik apapun hikmah yang disampaikan oleh seseorang tidak akan dinilai baik dimata kita jika kita sendiri memiliki pemikiran yang buruk. Kebaikan tidak bisa berteman dengan keburukan, bukan? Hanya jika kita memiliki pemikiran yang bersih saja, kita akan mampu mengenali permikiran yang bersih. Jadi, untuk bisa menerima pemikiran yang bersih dari luar, kita harus terlebih dahulu memiliki pikiran yang juga bersih didalam kepala kita.
3. Rajin-rajinlah membilas pemikiran. Otak kita sudah diisi oleh beragam pemikiran. Diantaranya ada yang bersifat buruk atau bercampur kedengkian. Jika pemikiran negatif itu dibiarkan terus bersemayam disana maka dia akan berkembang menjadi kerak yang menempel dan semakin mengeras. Jika sudah seperti itu, sangat sulit untuk diajak positif. Makanya otak kita mesti sering dibilas. Berdekat-dekatanlah dengan orang-orang yang positif. Sering-seringlah membaca tulisan-tulisan yang inspiratif. Giat-giatlah untuk mendengarkan perkataan para penebar hikmah. Dengan cara itu, maka perlahan-lahan pemikiran buruk kita terdesak keluar sehingga yang tersisa nanti hanyalah pemikiran yang baik-baik saja.
4. Menyadari bahwa helm pikiran itu sering dicemari oleh ego. Banyak orang yang keberatan menerima masukan dari luar dikarenakan oleh egonya yang terlalu tinggi. Rasanya sulit menerima nasihat dari orang yang tingkat jabatannya lebih rendah. Apalagi dari seseorang yang jelas-jelas uangnya tidak banyak. Padahal hikmah bukanlah monopoli mereka yang menduduki posisi tinggi atau para pemilik keberlimpahan harta. Hikmah adalah anugerah bagi siapa saja yang bersedia melumerkan egonya untuk mendengar bisik kebijaksanaan tanpa memandang siapa yang mengatakannya, berapa banyak uangnya, atau bagaimana status sosialnya.
5. Menyadari bahwa otak kita adalah sebuah lahan kosong. Kita sering merasa serba tahu. Padahal, pengetahuan kita belum sanggup untuk sekedar mengisi 5% saja dari kapasitas otak yang sesungguhnya. Jika ada sebuah wadah besar yang baru terisi sedikit, kita tidak ragu untuk menyebutnya wadah kosong atau nyaris kosong. Tetapi, dengan otak yang hanya sedikit diisi ini kita masih tersinggung jika disebut sebagai si otak kosong. Kita perlu lebih sadar dengan kenyataan bahwa otak kita ini seperti sebuah lahan kosong yang memerlukan banyak tambahan isi. Jika tidak ingin lahan itu dipenuhi dengan belukar dan hewan-hewan liar, maka kita harus segera mengisinya dengan pemikiran-pemikiran yang bersih.
Kita percaya bahwa kualitas diri seseorang sering sangat ditentukan oleh isi otaknya. Namun kita sering lupa bahwa otak itu tidak akan berfungsi secara maksimal sebelum kita benar-benar bersedia menerima masukan dari pihak luar. Meskipun itu tidak berarti boleh menerima segala hal yang orang lain katakan, tetapi ada begitu banyak hikmah yang mengandung beragam manfaat tak ternilaikan.
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman - 14 Juni 2011
Posted by
Health Care
, Published at
1:53 AM
and have
0
comments
Tidak ada komentar :
Posting Komentar