Artikel – Menemukan Hikmah Dalam Setiap Peristiwa
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
Catatan Kepala: ”Konstruksi struktur Natural Intelligence (NatIn™) dibangun
oleh 2 komponen utama, yaitu AKAL dan KALBU. Mendayagunakan keduanya
dengan baik, merupakan keterampilan yang menunjukkan kualitas kecerdasan
hakiki kita.”
Ketika
mengalami suatu kejadian yang tidak menyenangkan, apa yang biasanya
Anda rasakan? Sedih. Marah. Pasrah. Bagaimana dengan peristiwa yang
menyenangkan? Gembira. Tertawa. Melompat-lompat. Kadang, kita berada
pada titik paling ekstrim dari kedua situasi yang saling bertolak
belakang itu. Maka tidak heran jika mood atau perilaku kita bisa berubah
180 derajat dari waktu ke waktu. Namun ada juga orang-orang yang tetap
tenang meski tengah ditimpa musibah. Dan ketika mendapatkan kegembiraan,
mereka merayakannya sewajarnya saja. Ini adalah cermin dari kontrol
diri. Seseorang yang memiliki Natural Intelligence (NatIn™) tinggi,
dicirikan dari kemampuannya untuk melakukan kontrol diri seperti ini.
Bagi kebanyakan orang, kontrol diri yang paling sulit dilakukan adalah
ketika menghadapi peristiwa yang kurang menyenangkan. Bagaimana dengan
Anda?
Seorang
eksekutif bergegas keluar dari mobilnya yang diparkir di tepi jalan.
Menjinjing tas laptop, kunci mobil dan handphone sambil memasuki sebuah
mini market. Setelah membayar, dia pun melangkah keluar. Pintu berpegas
itu hanya dibukanya setengah, lalu dia melintas. Rupanya, pintu menutup
sedemikian cepatnya. Sehingga, kaki kanannya terbentur sudut bawah pintu
itu. Dia tidak merasakan sakit, namun secepat kilat melihat kearah alas
kakinya yang terbuat dari kulit. Rupanya sudut
bawah pintu itu tajam sekali, sehingga alas kaki kesayangannya robek.
Lelaki itu merasa sangat kesal. Namun, sebelum sempat mengumpat,
seseorang berkata; “Bersyukurlah kamu mengenakan alas kaki itu, Bung.
Jika tidak, maka kaki kamu sudah berdarah-darah. Atau, mungkin
uratnya sampai putus ….” Seketika itu pula lelaki itu memegang dadanya.
Lalu berucap, Alhamdulillah. Saya tidak sedang menggunjingkan orang
lain. Karena peristiwa itu adalah tentang saya, dengan suara batin yang
menasihati dari dalam diri saya. Ketika itu terjadi, saya memang kecewa
sekali. Namun, suara batin itu bukan hanya bisa menenangkan hati saya,
melainkan juga membuka pintu-pintu pandangan logika saya. Sehinga saya,
bisa menemukan hikmahnya. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar
menemukan hikmah dalam setiap peristiwa, saya ajak memulainya dengan
menerapkan 5 prinsip Natural
Intelligence (NatIn™), berikut ini:
1. Hindarilah mendahulukan prasangka. Setiap
kali mendapatkan sesuatu yang kurang menyenangkan, respon pertama yang
sering muncul dalam benak kita adalah; ‘kok begini sih!’ Hal itu
merupakan sebuah pola dalam mental kita. Dan jika kita membiarkannya
terus, maka hal itu akan mendorong kita untuk melakukan tindakan kontra
produktif. Misalnya, penyangkalan (denial), pembelaan diri (defensive),
atau penyerangan (aggression). Kenapa bisa begitu? Karena kita terlanjur
mendahulukan prasangka. Ketika prasangka sudah
menguasai pikiran (AKAL) dan perasaan (KALBU) kita, maka kita akan
kehilangan kesempatan untuk menemukan hikmah dari kejadian yang kita
alami. Jika kejadian itu disebabkan oleh ulah seseorang yang ‘kurang
ajar’, maka kita akan mencari cara paling efektif (AKAL) untuk
membalasnya. Hajar bleh, sampai kita merasa puas (KALBU) oleh
terbalasnya kelakuan dia. Dengan demikian, kita akan menjadi pribadi
yang sama buruknya dengan orang itu. Maka mendahulukan prasangka,
ternyata bukan pilihan yang tepat untuk kita.
2. Latihlah mendahulukan pemahaman.
Pernahkah Anda memarahi seseorang yang melakukan sebuah kesalahan?
Ketika masih menjadi ketua RT, seseorang mendatangi rumah saya sambil
marah-marah. Sambil memvonis saya sebagai RT yang tidak peduli pada
warga, beliau menjelaskan tentang jabatan tinggi yang disandangnya di
kantornya. Bagi orang yang berprinsip ‘elu jual gue beli’ seperti saya;
kejadian itu bisa menimbulkan perang bubat. Namun, saya masih sempat
bertanya masalahnya apa. Ternyata urusan surat keterangan yang belum
saya tanda tangan. Rupanya, beliau menelepon bolak balik menanyakan
apakah saya ada di rumah atau tidak. Pembantu kami yang menerima telepon
tidak menyampaikan pesan beliau pada saya. Sekarang saya paham. Mengapa
beliau marah begitu. Perasaan (KALBU) saya yang tadi sudah panas
sekarang menjadi dingin. Pikiran (AKAL) saya yang tadi sudah siap untuk
menentukan balasan apa yang saya lakukan, sekarang menjadi tenang. Lalu
saya tanyakan dimana suratnya? ‘Ini saya bawa,’ katanya. Saya pun
jelaskan 3 hal padanya. Satu, saya tidak tahu soal teleponnya. Dua,
surat itu masih ada padanya. Tiga, untuk minta tanda tangan saya tinggal
dititip saja surat itu di rumah saya, nanti saya pulang kerja tentu
ditanda tangani. Setelah penjelasan itu, muncul kesepahaman diantara
kami berdua. AKAL dan KALBU kami, sudah kembali pada fungsi optimalnya.
Bagaimana kejadian itu berakhir? Permintaan maaf meluncur, dan kami
berpelukan seperti dalam film Teletubies. Hasil dari
mendahulukan pemahaman tuch….
3. Fokusah pada apa yang tetap menjadi milik kita. Ada
kalanya kita tidak bisa menghindari kerugian, kehilangan, atau cobaan
dalam berbagai bentuk dan wujudnya. Mungkin ada yang pernah kecurian
benda berharganya. Dikecewakan orang yang paling dipercayanya.
Disingkirkan oleh orang yang pernah dibela dan diselamatkannya. Atau,
juga hal kecil seperti alas kaki kulit kesayangan saya yang robek
gara-gara tersangkut pintu minimarket itu. Kita, sering fokus kepada apa
yang hilang dari diri kita. Padahal, ketika
suara kecil yang datang dari hati (KALBU) saya
mengatakan ‘Yang robek alas kaki, kamu. Bukan putusnya urat kakimu
itu,” tiba-tiba saja pikiran (AKAL) saya bekerja. Jika mengenakan sandal
jepit murah. Mungkin saya hanya rugi Rp. 10,000.- sajah seperti harga
beli sandal ituh. Tetapi, jika saya mengenakan alas kaki terbuka seperti
sandal murah itu, maka ujung runcing sudut pintu tajam itu tidak
terhalang oleh apapun untuk merobek kulit – daging – urat – dan tulang
kaki kanan saya. Jika itu terjadi…… Oh! Betapa beruntungnya saya
mengenakan alas kaki kesayangan itu. Saya kehilangannya, tetapi saya
masih memiliki kaki yang utuh, sehat, sempurna, aman, nyaman dan sanggup
untuk mengerjakan tugas-tugas lain hingga Insya Allah; nanti bisa
menghasilkan nafkah yang cukup untuk membeli kembali alas kaki seperti
itu lagi. Fakta bahwa kita kehilangan sesuatu yang kita cintai memang
tidak bisa dimanipulasi. Namun, fakta bahwa kita masih mempunyai banyak
hal dalam diri kita menunjukkan bahwa kita punya
begitu banyak hal berharga yang masih tersisa. Maka fokuslah kesana.
Agar peristiwa itu tidak merenggut hal-hal berharga yang masih kita
miliki.
4. Tetaplah waspada terhadap berbagai kemungkinan. Jika Anda pergi
dari rumah pada musim hujan, boleh jadi Anda menyediakan payung didalam
mobil ya? Mestinya sih begitu. Meski ketika Anda berangkat, hujan tidak
turun. Ada begitu banyak kemungkinan yang kita hadapi. Namun, sebagai
orang yang memiliki kemampuan berpikir sehat, ketika perlu
mengantisipasi berbagai kemungkinan itu (AKAL). Ketika payung sudah
tersedia didalam mobil, maka mau hujan atau tidak nantinya, Anda tidak
usah khawatir sepatu, laptop, dan baju kerja Anda terkena basah. Anda
tenang saja,
karena jika hujan pun masih bisa menggunakan payung (KALBU). Itu baru
hal sepele. Bagaimana dengan hal-hal yang lebih besar dari itu? Salah
satu ciri orang yang cerdas adalah ketika dia bisa memperkirakan
berbagai kemungkinan (AKAL) untuk menjadikan kehidupan yang dijalaninya
tentram dan damai (KALBU). Kombinasi kedua hal tersebut menghasilan
sesuatu yang kita sebut sebagai kewaspadaan. Itulah sebabnya mengapa,
orang yang waspada itu lebih berpeluang untuk terhindar dari kejadian
atau peristiwa yang tidak diinginkan. Sejauh yang saya ketahui dan
alami, orang waspada itu bahkan tidak dapat dipengaruhi oleh hipnotis.
Mengapa? Karena dia memegang kendali dirinya sendiri, sehingga pengaruh
dari luar tidak mudah masuk merusak kondisi jiwanya. Maka mari belajar
untuk tetap waspada terhadap berbagai kemungkinan.
5. Melipatgandakan perlindungan dengan tawakal. Tidak
seorang pun yang bisa memperkirakan akan mengalami apa sedetik setelah
saat ini. Ada tak berhingga kemungkinan sehingga pikiran (AKAL) kita
tidak bisa menjangkau seluruhnya. Meskipun mengaku tidak paranoid, tapi
kita sering gelisah dengan apa yang akan terjadi nanti (KALBU).
Percayalah bahwa tidak semua hal bisa dijangkau oleh kemampuan manusia.
Sehingga patut jika kita menyerahkan diri pada pemilik mutlaknya.
Meskipun kita sudah berusaha waspada? Ya. Meskipun kita sudah berusaha
waspada sewaspada-waspadanya. Oleh sebab itu, bersikap waspada tidak
berarti kita bisa mengantisipasi 100% kemungkinan yang bisa terjadi
kapan saja dan dimana saja. Maka sebagai solusinya, kita butuh mengakui
bahwa bukan kita sendiri yang memegang seluruh hidup kita. Mulailah
belajar percaya bahwa ada Dzat yang menguasai hidup dan mati kita.
Menentukan sukses dan gagalnya kita. Menghitung panjang dan pendeknya
usia kita. Maka setelah semua yang kita lakukan secara maksimal untuk
mengantisipasi dan mengupayakan yang terbaik itu (AKAL) kita menyerahkan
diri kepada Sang Maha Kuasa itu (KALBU). Itulah yang disebut sebagai
‘tawakal’. Maka mari kita lipatgandakan perlindungan diri kita dengan
tawakal kepada-Nya.
Hidup
kita semua, tidak semata berisi hal-hal indah belaka. Namun ketika kita
mampu menarik hikmahnya, kita akan tetap tentram bahkan ketika tengah
menghadapi cobaan yang berat. Hikmah merupakan salah satu dari 4 pilar
dalam konstruksi Natural Intelligence (NatIn™).
Kemampuan kita mengambil hikmah dalam setiap peristiwa sangat
menentukan apakah kita mampu memaknai peristiwa itu atau tidak. Maka
salah satu ciri orang yang memiliki tingkat Natural Intelligence tinggi
adalah; dia mampu menemukan hikmah dari setiap peristiwa yang
dialaminya. Baik di rumah, di kantor. Dimana saja. Dan kepada
orang-orang seperti itu, tidak ada yang bisa merusaknya. Jika Anda
memperhatikan, saya berulang kali menyebut kata AKAL dan KALBU. Tahukah
Anda apa sebabnya? Tepat sekali. Karena AKAL dan KALBU adalah komponen
utama dalam struktur konstruksi Natural Intelligence (NatIn™). Mendayagunakan keduanya dengan baik, merupakan keterampilan yang menunjukkan kualitas kecerdasan hakiki kita. Tertarik untuk belajar dan lebih memahami ilmu itu? Mari kita sama-sama mempelajari dan mendalaminya. Yuk, marrri….
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 24 Februari 2012
Author & Trainer of Natural Intelligence Leadership
Posted by
4:20 PM
and have
0
comments
, Published at
Tidak ada komentar :
Posting Komentar