Buku mempunyai peran yang tidak kecil dalam mendorong perkembangan sosial, budaya, teknologi, politik dan ekonomi. Tetapi, buku-buku saja tanpa adanya kegiatan membaca yang bermutu tak akan ada manfaatnya. Membaca adalah jantung pendidikan. Menurut Francis Baron, “Membaca menciptakan manusia yang lengkap”. Dewasa ini banyak teknologi mutakhir yang kian mewabah. Media elektronik, khususnya internet, telah mewarnai kehidupan kita dan mulai memasuki ruang belajar kita. Hal ini dapat menghambat perkembangan media cetak. Namun, agaknya media cetak, buku, tak bisa dengan mudah tergantikan. Joko D. Muktiono menyebutkan bahwa hal ini dikarenakan kebanyakan pengguna internet ternyata tak ingin membaca materi yang ditampilkan layar komputer. Karena kecepatan membaca lewat layar lebih lambat di atas 25 persen daripada lewat kertas. Akibatnya memahami materi teks lebih sulit dilakukan lewat layar. Dan juga internet cenderung merusak konsentrasi karena mendorong penggunanya untuk klik sana klik sini. Dengan kata lain, internet sama sekali tidak mengajarkan konsentrasi yang konstan, upaya yang tekun, kesabaran untuk mengakses situs atau halaman web yang sama terus-menerus. Tak ayal, internet lebih banyak dipakai sebagai hiburan daripada sebagai alat untuk belajar (Muktiono, 2003 : 2).Pada zaman sebelum kemerdekaan, sekolah yang merupakan tempat menimba ilmu, diperuntukkan bagi lapisan bangsawan dan anak pamong praja yang mempunyai gaji tinggi. Setelah kemerdekaan, dengan adanya revolusi besar-besaran banyak sekolah-sekolah yang didirikan untuk semua lapisan masyarakat. Namun, bersamaan dengan bersekolahnya anak-anak Indonesia belumlah dicapai suatu budaya tulis. Budaya lisan masih berlanjut. Misalnya, dalam belajar bahasa asing, menghadapi kata-kata baru, siswa lebih suka bertanya (kepada ibu, ayah, kakak, atau guru) daripada mencarinya di kamus.Sejalan dengan majunya zaman, tuntutan melek huruf tidak cukup hanya dengan bisa membaca saja tanpa didukung tradisi membaca yang solid. Anak-anak harus diajari sejak sangat dini dengan melalui proses mengkondisikan secara halus untuk akrab dan kemudian terbiasa dengan kegiatan membaca. Menurut Joko D. Muktiono, ada tiga faktor yang menghambat seorang anak untuk mencapai tingkat membaca terampil, yaitu kesulitan memahami dan menggunakan prinsip abjad serta kurangnya pemahaman arti kata, kegagalan mentransfer keterampilan komprehensi bahasa lisan untuk membaca dan untuk mendapatkan strategi-strategi baru yang dibutuhkan dalam membaca, tiadanya motivasi awal untuk membaca atau kegagalan mengembangkan penghargaan terhadap pentingnya membaca (Muktiono, 2003 :11).Kecintaan membaca bangsa ini perlu dibina dan dikembangkan sejak dini. Oleh karena itu, kita perlu menyebarkan kecintaan membaca kepada orang-orang di sekeliling kita, terutama anak-anak. Orang tua sangat berperan dalam mengembangkan kecintaan membaca dan mendorong antusiasme dalam melaksanakan kegiatan ini.Sebaiknya anak-anak dibantu untuk gemar membaca pada setiap saat, kapan saja sejak keingintahuannya muncul. Semenjak anak dilahirkan sampai mencapai usia remaja, sesungguhnya anak terbuka untuk menerima pengarahan. Karena sejak ia bayi sudah mempunyai rasa ingin tahu, kemampuan berbahasa dan fungsi mental. Dan di masa remaja merupakan masa perkembangan penyempurnaan dan perluasan cakrawala inteligensi, minat, sikap kritis.Mereka yang sejak dini mengenal banyak bacaan akan lebih mudah menyerap informasi yang mereka terima. Dengan membanjirnya bahan informasi, mereka dituntut kemampuannya untuk membaca cepat. Dimana menurut Bobbi DePoter dan Mike Hernacki dalam Quantum Learning membagi empat macam ragam kecepatan membaca, yakni regular, melihat dengan cepat (skimming), melihat sekilas (scanning), dan kecepatan tinggi (warp speed).Dengan membaca buku, selain pengetahuan akan semakin bertambah, pribadi akan semakin kaya, yang kesemuannya jelas akan menurunkan efek negatif anak, yakni kenakalan.Sedangkan anak yang tidak terbina minat bacanya sejak dini akan menghadapi peluang yang semakin kecil untuk mengembangkan pengetahuan setinggi-tingginya. Di samping itu, anak itu akan menghadapi hambatan dalam penguasaan bahasa yang berakibat pada kesukaran pemahaman informasi.Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang multilingual (memiliki banyak bahasa). Sebelum mengenal bahasa Indonesia, pada umumnya mereka mengenal bahasa daerah terlebih dahulu. Sehingga tak heran jika tradisi membaca dan menulis hanya berkembang di lingkungan terbatas. Karena tidak semua bahasa daerah memiliki huruf untuk menuliskannya. Minat baca di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan mendengar dan menonton. Hal ini dibuktikan oleh Departemen Penerangan, bahwa kebiasaan mendengarkan (radio) sebanyak 80% dan kebiasaan menonton (televise) sebanyak 65% dari jumlah penduduk Indonesia. Oleh karena itu, minat baca anak perlu dibina agar dapat berkembang sebaik-baiknya.Menurut seorang periset Amerika Jeanne S. Chall dalam Stages Of Reading Development membaca sesuai tingkat usia dan pengalaman pendidikannya, digolongkan dalam enam tingkatan ideal, yakni :
Tingkat 0 : pre-reading dan pseudo-reading, 6 tahun ke bawah
Tingkat 1 : membaca awal dan decoding, 6-7 tahun
Tingkat 2 : konfirmasi dan kelancaran, 7-8 tahun
Tingkat 3 : membaca untuk belajar, 9-14 tahun
Tingkat 4 : kerumitan dan kompleksitas, 14-17 tahun
Tingkat 5 : konstruksi dan rekonstruksi, 18 tahun ke atas
(Jeanne dalam Muktiono, 2003 : 24) Sangat banyak aspek-aspek yang baik secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan kegiatan membaca pada anak. Misalnya latar belakang bahasa, pengalaman, sikap dan minat, persepsi, motivasi serta kesanggupan-kesanggupan anak lainnya (Sayono, 1983). Menurut pakar tafsir Al Quran, Dr. M. Quraish Shihab, kata “iqra” terambil dari kata “qara’a” yang berarti menghimpun (menghimpun makna). Dan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, membaca merupakan aktivitas “memahami”. Membaca akan sangat efektif jika disertakan dengan proses memaknai. Dengan membaca dapat memperluas wawasan dan memperkaya perspektif. Jika membaca dengan tekun, memahami serta memaknai, maka akan mencintai kegiatan membaca. Menurut Mary Leonhardt, kecintaan membaca identik dengan kecintaan untuk mempelajari sesuatu yang baru atau yang akan terjadi. Dengan adanya kegemaran membaca, secara otomatis akan dapat membaca dengan baik. Misalnya dengan memberikan catatan atau memberikan tanda. Kegiatan membaca harus dibiasakan sejak dini. Karena dengan kebiasaan itu lama-kelamaan akan membentuk watak seorang anak. Membaca merupakan salah satu aktivitas terpenting dalam hidup kita. Karena dengan tidak membaca kita semakin tidak tahu dengan perkembangan yang ada di era globalisasi sekarang ini. Apalagi dengan semakin maraknya dunia internet. Menurut Mary Leonhardt, dalam bukunya Parents Who Love Reading, Kids Who Don’t, ada perbedaan antara anak memang gemar membaca dengan hanya sekadar mengerjakan tugas membaca. Anak yang gemar membaca cenderung lebih sukses. Leonhardt menyertakan mereka yang gemar membaca dengan yang suka bermain basket atau memasak. Studi menunjukkan, mereka yang paling kompeten, membaca 144 kali lebih banyak. Apabila di masyarakat kita minat baca berkembang, maka akan menguat pula harapan kita bahwa akan makin besarlah kemungkinannya berhasil upaya kita meningkatkan mutu pendidikan dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Broughton dan Geoffrey dalam bukunya Teaching English as a Foreign Language (1978 : 211), menyebutkan dua aspek membaca, yaitu : (1) aspek ketrampilan mekanis, dan (2) aspek ketrampilan pemahaman. Aspek pertama, yaitu ketrampilan mekanis meliputi beberapa hal berupa pengenalan bentuk huruf, pengenalan unsur-unsur linguistik, pengenalan hubungan bunyi dan huruf, dan kecepatan membaca. Sedangkan aspek kedua, yaitu ketrampilan pemahaman meliputi beberapa hal berupa pemahaman pengertian sederhana, pemahaman signifikasi atau makna, evaluasi atau penilaian isi dan bentuk, kecepatan membaca. Pengembangan minat dan kebiasaan membaca yang baik harus dimulai sejak dini pada masa anak-anak. Keluarga menjadi lingkungan pertama bagi seorang anak untuk berkenalan dengan buku. Seperti dikatakan Horton dan Pant (1991), bahwa fungsi keluarga bukanlah semata-mata hanya melakukan fungsi reproduksi atau fungsi perlindungan, tetapi keluarga juga bertanggung jawab melakukan fungsi sosialisasi, termasuk di dalamnya mendidik anak agar memiliki perilaku gemar membaca, yakni dengan membina akhlaknya, membina rasa sosialnya, membina rasa kebangsaannya, membina kecerdasannya, termasuk pula membina minat bacanya. Peranan kedua orang tua sangat besar dalam menanamkan rasa cinta buku kepada anak-anaknya. Proses ini dimulai sejak usia pra sekolah. Menurut Bu Kasur, seorang tokoh pendidikan anak, menjadi pencetus gagasan “dongeng sebelum tidur” di Indonesia. Konsep yang melibatkan interaksi orang tua-anak ini juga dianjurkan oleh ahli-ahli pendidikan Barat, yaitu membacakan suatu cerita kepada anak setiap hari, sebagai pengantar tidur (www.glorianet.org/keluarga/anak/anakbuku.htm, Dunia Anak : Mengajar Anak Mencintai Buku). Sehingga dengan adanya hal tersebut akan terjadi afeksi dan perhatian orang tua dalam kegiatan tersebut. Dalam hal ini merupakan jurus yang ampuh untuk mempererat hubungan orang tua dan anak. Bagi orang tua yang kreatif, akan membuat kegiatan membaca itu menjadi lebih menarik sehingga dapat dijadikan daya tarik bagi anak untuk menumbuhkan minat baca. Dan menurut Joko D. Muktiono (2003 :30). Saat membacakan buku, orang tua bisa berdialog dengan anak, meminta anak untuk mengulang, menebak atau meneruskan kalimat yang sengaja dihentikan sebelum selesai. Selain orang tua, sekolah merupakan lembaga yang juga bertanggung jawab dalam pembinaan minat baca setelah orang tua / keluarga. Perpustakaan sekolah sangat besar pengaruhnya dalam upaya menumbuhkembangkan minat baca. Berbagai upaya telah dilakukan oleh perpustakaan sekolah untuk membina minat baca seperti mengadakan lomba minat baca, melakukan program wajib baca, menugaskan siswa untuk menyusun abstrak dari buku-buku yang dibaca, lomba membaca buku atau menulis yang baik, resensi buku, lomba kliping, deklamasi, dan sebagainya. Para orang tua, pendidik (sekolah) harus mengenalkan buku pada anak-anak karena anak-anak tidak akan mencari / menginginkan buku bacaan atas keinginannya sendiri karena mereka belum mengerti manfaat membaca buku dan juga karena tidak ada teladan dari orang tua. Selain itu, harga buku sering tidak terjangkau oleh uang saku anak. Dengan demikian, keluarga, sekolah dan masyarakat sama pentingnya bagi upaya kita mengembangkan minat baca ; satu dan lainnya saling melengkapi. Salah satu cara untuk menumbuhkan minat baca anak adalah melalui bercerita. Karena hal ini lebih mudah dimengerti oleh anak-anak. Sebaiknya orang tua membiasakan dirinya untuk bercerita kepada anaknya sebelum tidur. Bagi orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, hendaknya menyisihkan waktunya sebentar untuk berinteraksi dengan anaknya guna menumbuhkan minat baca anak. Kebiasaan membacakan cerita sebelum tidur ini selain mengandung aspek pendidikan, juga menjadi saat-saat yang berharga untuk menjalin hubungan emosional antara orang tua dan anak. Dalam www.Glorianet.org/keluarga/anak/anakbuku.htm, Dunia Anak : Mengajar Anak Mencintai Buku, Bu Kasur menyarankan agar orang tua menghadiahkan buku kepada anak-anak sebagai tradisi keluarga. Kado ini jauh lebih bermanfaat ketimbang hadiah kue, pakaian, atau makanan pada hari Natal, ulang tahun, kenaikan kelas, atau pada kesempatan-kesempatan khusus lainnya. Jenis buku yang diberikan hanya sesuai dengan usia dan tingkat intelektual anak. Selain itu, pengadaan ruang baca atau perpustakaan kecil di rumah juga dapat menjadi pendorong bagi anak untuk gemar membaca. Ayah dan ibu yang gemar membaca pun akan menjadi contoh yang utama bagi anak-anak untuk menyukai buku. Sebagai orang tua juga harus membina minat baca anak. Pembinaan minat baca ini mencakup empat macam kegiatan dalam usaha pembinaan minat baca, yaitu merencanakan program penumbuhan dan pengembangan minat baca, mengatur pelaksanaan program, mengendalikan pelaksanaan program serta menilai pelaksanaan program penumbuhan dan pengembangan minat baca di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Para orang tua perlu melakukan pembinaan minat baca kepada anak-anaknya karena dapat dijadikan sebagai sumber kegiatan, pedoman pelaksanaan kegiatan, dan tolok ukur atau parameter keberhasilan upaya menumbuhkembangkan minat baca. Untuk membangkitkan kegemaran membaca pada anak, mengamati dunia di sekelilingnya merupakan langkah awal. Kemudian membantunya untuk menyusun persepsi / pandangan anak menjadi konsep-konsep yang mempunyai arti. Kebanyakan anak-anak yang tidak suka membaca biasanya di rumahnya tidak ada tempat bagi buku atau majalah dan tidak pula terdapat suasana kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya minat baca pada seluruh anggota keluarga. Kurangnya minat baca pada anak juga disebabkan karena membaca baru merupakan kewajiban, belum merupakan keperluan penting dalam upaya meningkatkan ilmu pengetahuan. Agar hal ini bisa diatasi, maka untuk menumbuhkan minat baca harus dipicu dengan sistem pendidikan yang berintegrasi, serta didukung perpustakaan. Sehingga anak-anak di sekolah diharuskan untuk selalu berhubungan dengan perpustakaan. Kurangnya minat baca di kalangan masyarakat terpelajar (anak-anak sekolah) menurut Amin Mansoer (Antara, 2 Sepember 1983, “Sistem Pendidikan Berintegrasi Pacu Minat Baca”), merupakan gejala yang umum di negara berkembang akibat berbagai masalah yang menghambat, seperti mahalnya buku ilmu pengetahuan. Sedangkan di negara maju, masalah itu hampir tidak ada. Misalnya di Jepang, membaca buku dalam usaha memperdalam ilmu pengetahuan tidak hanya kebutuhan namun sudah merupakan hal yang harus diburu. Menurut para ahli, mengenalkan buku sudah bisa dimulai sejak anak berusia tiga bulan. Menurut Morphett dan Washburne (1931), umur anak yang paling baik untuk memulai belajar membaca adalah sekitar enam tahun. Sementara itu menurut Steinberg (1982), waktu untuk memulai membaca anak pada dasarnya bisa dimulai ketika anak berusia 1-4 tahun. Jadi, pada dasarnya waktu untuk memulai membaca anak bisa pada usia semuda-mudanya dimana menurut Pflaum (1974), hal itu dapat dilakukan asalkan mempunyai minat, dapat menyebut bunyi huruf, dapat mengingat kata-kata, mempunyai kemampuan membedakan dengan baik, dan memiliki perkembangan bahasa lisan dan kosa kata yang memadai. Dalam rangka menumbuhkan minat baca pada anak, para orang tua juga harus tetap memperhatikan pemilihan buku yang tepat, yakni memilihkan buku yang lebih memberikan manfaat untuk tujuan membaca mereka dan harus disesuaikan dengan perkembangan psikologis anak. Selain itu, dalam pemilihan buku, orang tua juga harus mempertimbangkan usia, perkembangan, minat, kecenderungan, dan kebutuhan anak. Menurut Riris K. Toha Sarumpaet, buku yang baik adalah buku yang temanya sesuai dengan kehidupan anak, tokohnya dapat dikenali dan dipercaya oleh anak, alur ceritanya cukup sederhana atau mungkin kompleks untuk sebagian anak tertentu dengan kemampuan membaca yang cukup tinggi, kalimatnya lincah dan langsung dengan struktur yang baik dan logis, dilengkapi dengan ilustrasi, kemasan dan ketebalannya yang memadai buat anak (Muktiono, 2003 : 60). Pada pengembangan minat baca pada anak akan lebih mudah dilaksanakan jika didasarkan pada pengalaman langsung. Seorang anak masih sangat memerlukan keteladanan membaca. Jadi, sangat penting dalam memberikan contoh perilaku yang baik kepada anak-anak. Dan anak-anak menyimpannya dengan cara mempraktikkan secara berulang-ulang hal yang mereka lihat dan dengar. Karena pengalaman yang didapat dari membaca mereka itu menyenangkan, maka mereka rela menyisihkan sebagian waktu mereka untuk membaca. Dan sebaliknya, jika mereka mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan dalam membaca baik di lingkungan sekolah, hingga teman-teman sebaya yang mencemoohkan para kutu buku, maka mereka akan trauma dengan kegiatan membaca. Ditambah lagi masa-masa dalam kehidupan mereka ketika minat atau ketertarikan tertentu mempengaruhi waktu baca mereka. Misalnya, jadwal sekolah yang padat dapat menyebabkan terhentinya kegiatan membaca untuk sementara waktu. Cara membuat anak gemar membaca harus adanya dorongan / motivasi, terutama dari orang tua untuk membimbingnya supaya mau membaca dan ingin membaca untuk kemudian berkembang sendiri menjadi gemar membaca. Jika anak mencintai buku yang baik dan memiliki minat baca yang besar maka anak akan berkembang lebih maju, baik dalam hasil sekolahnya maupun dalam menghadapi masalah-masalah hidup di masa yang akan datang. Melalui buku-buku (khususnya buku-buku cerita) dapat mengembangkan IQ anak (kecerdasa intelektual) dan juga EQ anak (kecerdasan emosi). Penelitian yang dilakukan Butler dan Clay (1981) menyatakan bahwa anak yang dibesarkan dalam keluarga pembaca, dimana orang tua selalu memperhatikan dan mendorong minat dan keingintahuan anak, maka kemungkinan anak itu juga akan memiliki perilaku gemar membaca. Bagaimanapun baiknya mutu sekolah, kalau orang tua tidak ikut aktif memperhatikan dan membantu anak di rumah, anak tidak akan mencapai kemajuan sebagaimana mestinya, termasuk kemampuan anak dalam membaca. Menurut Tampubolon (1993), beberapa sarana di lingkugan yang bisa dimanfaatkan untuk menumbuhkan kebiasaan membaca pada anak adalah toko buku, perpustakaan, pos surat, televisi, plaza dan toko swalayan, nama jalan atau kantor, dan obyek-obyek lain yang namanya tertulis dan bisa dibaca. Untuk merangsang anak gemar membaca, sudah tentu tidak cukup semata-mata hanya melihat toko buku, perpustakaan, dan sebagainya, tetapi para orang tua juga perlu meminjam atau bahkan menyediakan anggaran khusus untuk membeli koran, majalah, atau buku-buku yang diminati dan cocok bagi anak-anaknya.
Posted by
12:06 PM
and have
0
comments
, Published at
Tidak ada komentar :
Posting Komentar