Widodo Judarwanto
Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Bunda Jakarta
Memasuki bulan Ramadhan, anak belum akil balig tidak termasuk umat yang diwajibkan berpuasa. Tetapi pada kenyataannya banyak anak pra akil balig sudah berpuasa 'penuh' layaknya orang dewasa. Ibadah yang cukup berat ini dilakukan baik oleh keinginan sendiri ataupun karena keinginan orang tua. Bagaimana pengaruh bagi kesehatan anak dan apakah yang harus diwaspadai? Periode akil balig biasanya terjadi saat anak sudah mulai masa pubertas atau sekitar usia 12 tahun. Anak perempuan akan mendapat menstruasi dan payudara mulai berkembang. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, bentuk fisik berubah secara cepat, dan sudah mengalami peristiwa 'mimpi basah'. Sejak saat inilah anak diwajibkan untuk berpuasa. Banyak orang tua beralasan dalam mendidik beribadah khususnya puasa harus dilakukan secara dini dan bertahap. Tak jarang puasa sudah dikenalkan pada anak sejak usia 6 atau 7 tahun meskipun baru puasa setengah hari. Menurut perspektif agama Islam bila ibadah termasuk yang tidak wajib boleh dilakukan asalkan mampu dan tidak dipaksakan. Bila ditinjau dalam bidang kesehatan tampaknya puasa juga mungkin bisa dilakukan oleh anak usia pra akil balig tetapi harus cermat dipertimbangkan kondisi dan keterbatasan kemampuan anak. Sampai saat ini tampaknya belum banyak penelitian dilakukan terhadap pengaruh berpuasa pada anak dikaitkan dengan aspek kesehatan dan tumbuh kembang anak.
Faktor psikobiologis
Aspek kesehatan secara psikobiologis anak usia sebelum akil balig dapat ditinjau dari aspek tumbuh kembang anak dan fungsi biologis. Aspek perkembangan meliputi perkembangan psikologis seperti perkembangan emosional, perkembangan moral, dan perilaku lainnya. Fungsi biologis meliputi aspek fisiologis tubuh, metabolisme tubuh, kemampuan fungsi organ dan sistem tubuh. Dari aspek perkembangan khususnya kecerdasan dalam periode ini anak mulai banyak melihat dan bertanya. Fantasinya berkurang karena melihat kenyataan, ingatan kuat daya kritis mulai tumbuh, ingin berinisiatif dan bertanggung jawab. Perkembangan ruhani pemikiran tentang Tuhan sudah mulai timbul. Anak sudah mulai dapat memisahkan konsep pikiran tentang Tuhan dengan orangtuanya. Tetapi pemahaman tentang konsep ini masih terbatas, bahwa Tuhan itu ada. Demikian pula dalam perkembangan moral, pada periode ini pemahaman konsep baik dan buruk masih sederhana. Makna pemahaman ini hanya sekadar tahu. Artinya kenapa kewajiban agama dan kebaikan perilaku harus dilakukan belum dipahami secara sempurna. Sehingga dalam melakukan ibadah puasa juga lebih dilatarbelakangi karena faktor fisik tidak dipahami secara moral. Kalaupun moral berperan lebih dari sekadar hubungan manusia dan manusia. Niat ibadah puasa dikerjakan berdasarkan pengaruh hubungan keluarga atau lingkungan. Misalnya, anak berpuasa karena teman sekelas atau sepermainan sudah berpuasa. Atau, bila berpuasa penuh akan mendapat hadiah dari orang tua. Dalam aspek biologis, kondisi fisiologis tubuh khususnya metabolisme tubuh, fungsi hormonal, dan fungsi sistem tubuh usia anak berbeda dengan usia dewasa. Bila aktivitas berpuasa merupakan beban yang tidak sesuai dengan kondisi fisiologis anak dapat berakibat mengganggu tumbuh dan kembangnya anak. Demikian pula dalam hal mekanisme sistem imun atau pertahanan tubuh anak dan dewasa berbeda. Ketahanan anak dalam merespons masuknya penyakit dalam tubuh lebih lemah.
Harus diwaspadai
Mengingat fungsi psikobiologis anak berbeda dengan dewasa, maka harus dicermati pengaruh puasa terhadap anak. Pengaruh negatif yang harus diwaspadai adalah berkurangnya jam tidur anak. Saat bulan Ramadhan, jadwal aktivitas anak berbeda dengan sebelumnya. Dalam bulan tersebut aktivitas anak bertambah dengan kegiatan shalat tarawih, makan sahur, atau kegiatan pesantren kilat. Bila jam tidur ini berkurang atau berbeda dengan sebelumnya akan mempengaruhi keseimbangan fisiologis tubuh yang sebelumnya sudah terbentuk. Gangguan keseimbangan fisiologis tubuh ini akan berakibat menurunkan fungsi kekebalan tubuh yang berakibat anak mudah sakit. Sebaiknya orang tua harus ikut merencanakan dan mamantau jadwal aktivitas anak termasuk jam tidur anak dengan cermat. Pada usia pra akil balig kebutuhan tidur anak secara normal, 10-12 jam per hari, dengan rician malam hari 10 jam, siang hari 1-2 jam. Dalam bulan Ramadhan orang tua hendaknya dapat memodifikasi jadwal tidur ini dengan baik. Pengaruh lain yang harus diamati adalah pengaruh asupan gizi pada anak. Jumlah, jadwal dan jenis gizi yang diterima akan berbeda dengan saat sebelum puasa. Dalam hal jumlah mungkin terjadi kekurangan asupan kalori, vitamin, dan mineral yang diterima anak. Aktivitas yang bertambah ini juga akan meningkatkan kebutuhan kalori, vitamin, dan mineral lainnya. Padahal saat puasa pemenuhan kebutuhan kalori relatif lebih rendah. Bila keseimbangan asupan gizi terganggu dapat menurunkan fungsi kekebalan tubuh sehingga anak mudah terserang penyakit. Dalam keadaan seperti ini tampaknya pemberian suplemen vitamin cukup membantu. Parameter yang paling mudah untuk melihat asupan kalori cukup adalah dengan memantau berat badan anak. Bila berat badan anak tetap atau meningkat mungkin puasa dapat dilanjutkan. Tetapi bila berat badan menurun drastis dalam jangka pendek, sebaiknya puasa dihentikan. Demikian pula dengan jenis asupan gizi yang diterima. Variasi dan jumlah makanan yang didapatkan saat bulan puasa akan berbeda dengan sebelumnya. Saat bulan puasa variasi makanan yang tersedia biasanya lebih banyak. Penderita alergi pada jenis makanan tertentu harus diwaspadai karena dapat berpengaruh terhadap gangguan kesehatan. Menurut pengalaman praktik sehari-hari kasus alergi makanan pada anak cenderung meningkat saat bulan puasa. Kegiatan puasa berpengaruh terhadap perkembangan emosi, perkembangan moral, dan perkembangan psikologis anak. Tidak dapat disangkal lagi bahwa ibadah puasa mempunyai pengaruh positif terhadap pendidikan perkembangan anak. Tetapi harus diwaspadai bahwa aktivitas puasa juga dapat berpengaruh negatif bila tidak mempertimbangkan taraf perkembangan anak. Hal ini terjadi bila ibadah ini dilakukan dengan paksaan dan ancaman. Dalam keadaan normal emosi dan perilaku anak sangat tidak stabil. Saat puasa, yakni dalam kondisi lapar dan haus, akan sangat mempengaruhi kestabilan emosi dan perilaku anak. Kondisi umum yang harus diwaspadai dalam melakukan puasa pada anak adalah anak yang mudah sakit (mengalami infeksi berulang), gangguan pertumbuhan, penyakit alergi atau asma, serta gangguan perilaku (autis, ADHD, dan sebagainya). Keadaan yang harus dihindari berpuasa pada anak akil balig adalah penyakit infeksi akut (batuk, pilek, panas), infeksi kronis (tuberkulosis dll), penyakit bawaan gangguan metabolisme, jantung, ginjal, kelainan darah dan keganasan. Meskipun infeksi akut virus seperti batuk, pilek atau panas yang dialami ringan, bila kondisi tubuh turun seperti berpuasa akan menimbulkan resiko komplikasi yang berat. Puasa pada anak mungkin dapat dilakukan tetapi harus cermat memperhatikan kondisi normal psikobiologisnya. Bila kondisi itu tidak diperhatikan maka puasa merupakan beban bagi mental dan kesehatan anak. Selanjutnya akan berakibat mengganggu tumbuh kembang anak. Tetapi bila puasa dilakukan dengan pertimbangan cermat soal kondisi anak, maka dapat merupakan pendidikan perkembangan moral dan emosi anak.
Ikhtisar
- Banyak kalangan yang melatih anaknya untuk menjalankan ibadah puasa sejak menjelang akil balig. - Selama Ramadhan, biasanya aktivitas anak bertamnbah banyak, sehingga kebutuhan gizi dan waktu istirahat harus diperhatikan. - Ada beberapa kondisi yang menjadi berbahaya, jika anak dipaksa untuk berpuasa. - Dengan perhatian yang cermat, anak akan mendapat banyak nilai positif dari puasanya.
www.republika.co.id
Posted by
8:11 AM
and have
0
comments
, Published at
Tidak ada komentar :
Posting Komentar