Sabtu, April 04, 2009

Cinta Andi

Cinta Andi


Oleh Muhammad Lutfi*

Riuh kicau burung memaksa setiap mata yang enggan menjadi lebar terbuka. Sinar matahari masuk melalui ventilasi jendela kamar, menjelma menjadi semangat beraktivitas pagi. Pun Andi, pagi itu ia begitu tak sabar ingin segera menemui teman-temannya.

Berjalan sekitar satu kilometer, sampailah Andi di depan gerbang sekolah. Ketika memasuki ruang kelas, sambutan teman-teman membuat dirinya semakin bersemangat. Terlebih lagi, hari itu adalah hari pertama setelah satu minggu libur.

Pagi itu hatinya dihinggapi perasaan yang tak biasa. Ia merasa penasaran setelah beberapa minggu sebelumnya mulai memperhatikan Indah, teman sekelasnya. Entah bagaimana, tiba-tiba perempuan itu terlihat sebagai sosok yang begitu baik dan pemurah, bahkan sempurna. Hal yang semakin membuat Andi penasaran adalah sifat pendiamnya.

Saat pelajaran berlangsung, Andi terlihat melamun. Menyadari hal itu, teman sebangku Andi, Andri, menepuk pundaknya membuat lamunannya terputus.

“Ada apa sih, melamun terus?”

“Hmm… Aku mungkin mulai jatuh cinta. Indah terus saja memenuhi pikiran ku.”

“Indah tahu?”

Andi menggeleng lemah, “Itulah masalahnya.”

“Teman, menurutku baiknya kau ungkapkan saja. Percuma punya perasaan suka tapi dipendam sendiri.”

Andi terdiam.

“Ayolah, tunjukkan keberanianmu. Perkara ditolak itu urusan belakangan.”

“Tapi, jangan bilang siapa-siapa ya.”

“Beres, aku akan jaga rahasia ini.”

“Terima kasih, kamu memang sahabat terbaikku,” tutur Andi.

Kemudian keduanya kembali pada pelajaran.

Keesokan harinya, kesempatan itu datang dengan sendirinya. Bagaimana tidak, ternyata jadwal piket mereka sama. Andi berusaha menunjukkan perhatian pada Indah dengan cara menyelesaikan pekerjaan sendirian. Dia membiarkan Indah pulang lebih dahulu.

Di tengah perjalanan pulang, Andi merasa bahagia. Niat baiknya telah diterima oleh Indah. Namun, dia merasa belum benar-benar berhasil mendekati cewek tersebut, masih banyak yang harus dilaluinya. Setelah berjalan hampir dua puluh menit, sampailah Andi ke rumahnya. Tugas piket membuatnya letih. Maka, tak heran selesai salat dan makan dia langsung istirahat.

Makan siang kali ini terasa begitu nikmat bagi Andi. Dia langsung menghabiskan makannya dengan lahap.

Keesokan harinya, Andi berangkat pagi sekali. Kali ini, dengan dua tujuan, menuntut ilmu dan bertemu seseorang yang kemarin telah membuatnya begitu bersemangat. Di perjalanan, hatinya tertuju pada Indah seorang. Bagi Andi senyum Indah adalah bulan purnama yang selalu memancarkan cahaya ke sanubarinya.

Istirahat kali ini, Andi mendapatkan kabar tak mengenakkan. Bagus, teman sekelasnya dikabarkan sedang dekat dengan Indah. Namun, Andi tetap optimis. Baginya dekat belum tentu karena cinta. Maka, Andi pun tetap bertekad mendekati Indah, untuk tujuan cinta, meskipun harus terombang-ambing oleh keadaan.

Bel masuk pun berbunyi tanda pelajaran dimulai kembali. Andri memanggilnya dengan suara keras. Andri mengajaknya berkunjung ke rumah Helmi, si ketua kelas. Tanpa berpikir panjang, Andi pun menyetujuinya. Andi, Andri, dan Helmi memang cukup dekat dan kerap belajar serta mengerjakan PR bersama.

Saat bel pulang berbunyi, Andi tak bergegas seperti biasanya. Ia hendak menemui Celsi, teman dekat Indah. Andi ingin menanyakan hari ulang tahun Indah, ihadiah yang dusukainya, dan kebiasaannya merayakan ulang tahun.

Ia tahu, dengan menemui Celsi, kemungkinan besar percakapan mereka akan sampai ke telinga Indah. Tak apalah, itu justru bagus. Indah akan tahu kalau dirinya mendekatinya. Bukankah pertanyaan seputar ulang tahun adalah masalah pribadi? Artinya, jika indah tahu dirinya mencari tahu tentang hari ulang tahunnya, berarti ada masalah pribadi?

Celsi terlihat berjalan sendirian. Andi bergegas mendekati, keduanya berjalan berdampingan. Tanpa basa-basi, Andi langsung mengutarakan maksudnya.

“Mengapa hari ulang tahun dia? Ada yang sepesialkah? Celsi berkelit, menggoda.

“Aku Cuma ingin bersahabat dengannya. Selama ini kami jarang bertegur sapa. Aku merasa tak enak karena kita kan satu kelas? jawab Andi.

Ternyata dirinya mampu meraih hati Celsi. Dengan senang hati Celsi pun memberi tahu hari ulang tahun Indah dan semua hal yang ditanyakannya.

30 April. Tiba-tiba tanggal itu menjadi begitu istimewa bagi Andi.

***

Malam harinya, sesuai janji siang tadi, Andi bertolak ke rumah Andri untuk bersama-sama ke rumah Helmi. Mereka akan bersama-sama mengerjakan tugas sekolah. Akan tetapi, sesampai di rumah Andri, mereka tidak segera berangkat. Andi bercerita tentang Indah. Dia mengungkapkan bahwa belakangan dia mendapat kabar kalau Bagus juga menyukai Indah. Awalnya Andi tetap optimis, namun sekarang dia merasa bahwa Bagus merupakan saingan yang berat.

Tiba-tiba, Bagus melintas di depan rumah Andri. Spontan temannya itu langsung berlari ke luar. Mereka terlihat bercakap beberapa saat. Tak lama kemudian, Andri kembali dan bercerita bahwa Bagus memang menyukai Indah.

Andi panik, dia tak bisa berbohong tentang suasana hatinya itu. Acara ke rumah Helmi pun batal.

Malam itu, pikiran Andi tak menentu. Ia tak sabar lagi menunggu esok hari, untuk menemui Indah. Ia tak ingin Bagus mendahuluinya apalagi mendapatkan cewek pendiam itu. Pikiran itu membuat dirinya tak tenang dan tak dapat tidur. Tak ada yang dapat dilakukannya selain berbaring gelisah. Ketika kokok ayam pertama terdengar, Andi masih belum tidur. Gelisahnya justru semakin bertambah.

***

Pelajaran hari itu berlangsung normal. Alhamdullillah, Andi selamat dari pengamatan guru. Kegelisahannya sebenarnya tak bisa ditutupi, dia tak sabar menunggu bel istirahat berbunyi. Sesuatu telah direncanakannya. Dan, perempuan itu, cewek pendiam itu, seolah tahu apa yang dipirikannya. Andi semakin gelisah.

Bel istirahat berdentang nyaring. Andi tak sabar menuggu gurunya keluar. Bertepatan dengan menghilangnya guru di balik pintu, Andi pun beraksi. Dengan tergesa Andi menghampiri Indah yang telah sampai di depan kelas, menunju pintu keluar.

“Indah! Sudah sejak lama aku… aku…” Tiba-tiba saja Andi sangat gugup.

Beberapa temannya menoleh, seperti dikomando tiba-tiba mereka bertepuk tangan, semangat sekali. Rupanya seluruh kelas sudah tahu perasaan Andi dan mereka menunggu kapan Andi “menembak” Indah

“Terima…! Terima…! Terima!!” Seperti sorak-sorai dalam “Katakan Cinta”, sebuah acara reality show di salah satu stasiun televisi swasta.

Dari sudut matanya, Andi melihat Andri dan Bagus. Mereka pun terlihat semangat bertepuk tangan.

Entah karena benar suka atau karena tersudut, Indah menarik tangan Andi, mengajaknya berdiri. Sandiwara siang itu pun mencapai klimaks. Dan…. Indah mengangguk! Kemudian diam, tersenyum malu.

Kejadian itu tak berlangsung lama. Teman sekelas Andi pun segera pergi. Ke kantin, ke kamar kecil, sekadar ngobrol, bahkan ada yang mengerjakan PR untuk pelajaran berikutnya. Istirahat hanya berlangsung lima belas menit. Tinggal Andi, Indah, Andri, dan Bagus.

Andi terkejut ketika Bagus mengulurkan tangannya, mengucapkan selamat bersamaan denganAndri. Dia tak habis pikir, tak sedikit pun terlihat perasaan kecewa karena tambatan hatinya telah direbut. Andi semakin heran melihat Bagus tersenyum tulus kemudian pergi meninggalkan mereka bertiga. Bagus memang berjiwa besar, pikir Andi.

Sepeninggal Bagus, Andri berterus terang bahwa Bagus tak mencintai Indah. Ia hanya berpura-pura untuk menyemangati Andi. Andi terkejut, dan semua kejadian ganjil selama ini terungkap sudah. Dia ingat betul bagaimana Bagus mendekati Indah di depan matanya. Dia juga ingat bagaimana Andri berbicara seperti merundingkan sesuatu saat Bagus lewat depan rumah Andri tempo hari. Tapi semua itu sudah tidak penting.

“Indah… aku… aku… minta maaf, bukan maksudku membuatmu marah.”, terbata-bata Andi berkata.

“Nggak kok An, aku senang dengan sikapmu,” jawab Indah.

“Bukan begitu, aku … aku memang menyukaimu, tapi… aku berubah pikiran. Aku pikir lebih baik kita bersahabat. Saat ini sekolah lebih penting. Dan, menurutku dengan pacaran kita justru membina hubungan yang tak jelas.”

Indah dan Andri terkejut. Namun Andi sudah meninggalkan keduanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar