Menulis bagi sebagian orang masih pekerjaan yang luar biasa sukarnya. Walaupun begitu, saya yakin banyak orang berharap, lebih tepatnya bermimpi, menjadi penulis. Mengapa saya katakan bermimpi? Sebab mereka hanya membayangkan diri menjadi penulis terkenal dan berpenghasilan luar biasa dan terus-menerus dari menulis.
Siapa pun kita, tidak akan serta-merta menjadi penulis terkenal tanpa didahului dengan tindakan menulis itu sendiri. Dalam pekerjaan tersebut, kita harus menuangkan huruf demi huruf, kata demi kata, frasa demi frasa, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf hingga terbentuklah sebuah wacana, cerpen, novel, dan sebagainya. Saya yakin semua yang berkeinginan menjadi penulis, menyadari akan hal ini. Tetapi, tetap saja kita saksikan sebagaian besar dari kita tetap tidak memulainya.
Saat ditanya, mengapa tidak juga memulai menulis? Jawabannya sangat klise, susah, tidak punya waktu, dan sebagainya. Lalu, bagaimana agar kita dapat segera dan pandai menulis?
Perlu Motivasi
Tindakan yang besar, tentu saja dimulai oleh motivasi yang besar pula. Motivasi yang besar, dapat muncul melalui berbagai cara, stimulannya begitu variatif. Saya mengenal seseorang yang menulis artikel karena marah, marah pada keadaan yang menurutnya tidak ideal dan sangat merugikan masyarakat dan dunia pendidikan. Teman tersebut kemudian di-PHK dari pekerjaannya karena salah satu objek yang dikritiknya adalah perusahaan tempat dia bekerja. Dia tidak pernah menyesal atas tindakannya itu, karena, menurutnya, waktu dia menulis, dia memosisikan diri sebagia penulis profesional, bukan sebagai karyawan. Kemudian, setelah di-PHK, kariernya justru lebih cemerlang.
Saya juga mendengar cerita tentang seseorang yang menjadi penulis terkenal karena alasan ekonomi. Kisahnya dimulai saat kuliah, keadaan ekonomi orang tuanya tidak memungkinkan untuk hidup layak, bahkan sekadar hidup normal sebagai mahasiswa. Jatah bulanan tidak mencukupi dan kiriman terlambat adalah dua hal yang jamak dialaminya. Tulisan pertamanya muncul ketika kiriman dari orang tuanya terlambat. Waktu itu dia harus bertahan hidup dan harus tetap eksis sebagai mahasiswa, maka dia menulis. Kemudian, sejarah mencatat dirinya menjadi salah seorang penulis yang diperhitungkan.
Saya sendiri mulai menulis karena marah. Waktu itu, saya merasa tidak bisa menulis, istri sayalah yang saya pandang bisa menulis. Akan tetapi, setiap saya memintanya menulis, selalu saja molor, bahkan, ketika deadline terlewati, tulisan belum siap juga. Karena marah, saya pun menggantiannya menulis. Jadilah saya menulis beberapa artikel, bahkan buku.
Cerita selanjutnya, saya tetap meminta istri menulis sastra, ya cerpen, ya novel. Saya memandang istri sayalah yang lebih pandai di bidang itu. Lebih lumayan, beberapa karya selesai, tetapi saya tetap tidak puas, karena secara kuantitas jumlahnya sangat sedikit. Saya kembali marah dan bertekad menunjukkan kepada istri dia bisa menjadi penulis yang baik karena sudah memiliki bakat. Saya ingin membuktikannya dengan menulis sastra, novel. Dalam beberapa hari, jadilah novel pertama saya. Ini saya buatkan khusus untuk istri, ingin menunjukkan bahwa seseorang yang tidak memiliki bakat dan merasa tidak bisa menulis pun bisa menghasilkan karya. Sementara istri saya, pernah beberapa kali menjadi juara dalam perlombaan menulis sastra.
Saya yakin anda juga pernah mendengar alasan kesibukan. Ini pun bukan masalah, percayalah, semakin sibuk seseorang, semakin produktiflah dia. Hanya orang-orang yang sangat disiplin sajalah yang bisa menulis pada saat-saat senggang. Biasanya, pada saat tidak ada pekerjaan, kita justru ingin bersantai. Percayalah, ketika diri kita sibuk, saat itulah ide-ide bermunculan, saat itulah alasan sibuk sering keluar. Strateginya, aturlah waktu anda, jangan jadikan kesibukan sebagai kendala. Sebenarnya, orang yang sibuk adalah orang yang bisa mengatur waktu, ada kata bijak: “berikanlah pekerjaan pada orang yang sibuk, sebaliknya jangan mempercayakan pekerjaan kepada orang yang santai. Sesungguhnya orang santai adalah mereka yang suka berleha”.
Jadi, siapa pun anda, galilah motivasi dalam diri anda. Bayangkan, apa yang anda harapkan, inginkan, yang menjadi sebab agar anda semangat menulis. Jika tidak menemukan, anda dapat menciptakan sendiri motivasi itu, misalnya ingin terkenal, ingin kaya, ingin beramal, dan sebagainya. Genggamlah motivasi itu, gunakan sebagai lecutan saat diri anda mulai malas menulis.
Rajinlah Membaca
Kemampuan menulis berkorelasi atau berbanding lurus dengan kebiasaan membaca. Tulisan hanya dapat dinikmati melalui aktivitas membaca. Dengan rajin membaca, kita akan tahu seluk beluk tulisan, strategi penyampaian, dan sebagainya. Yang lebih penting lagi adalah perbendaharaan kata kita akan meningkat. Semakin kaya kosakata yang kita miliki, semakin lihai pula kita menulis, dan semakin “renyah” pula tulisan yang kita hasilkan.
Saat membaca, kita perlu memiliki bekal, yaitu kamus. Saat menemukan kata-kata yang tidak dimengerti, kita dapat menemukan artinya di kamus. Saat ini, telah tersedia kamus dengan berbagai media, mulai cetakan, program atau file, hingga dalam bentuk online atau daring (dalam jaringan). Bahkan, Pusat Bahasa Depdiknas sendiri menyediakan kamus dan glosarium online melalui situs http://pusatbahasa.depdiknas.go.id/kbbi dan http://pusatbahasa.depdiknas.go.id/glosarium.
Mulailah Sekarang Juga
Sudah punya motivasi, sudah rajin membaca, lalu apa lagi? Langkah selanjutnya lebih mudah, tinggal tekan tombol power pada komputer atau notebook anda, mulailah menulis. Jika sedang tidak di depan komputer atau tidak memiliki komputer, ambil kertas dan bolpoin, segeralah menulis. Kita sering membayangkan enak dan nyamannya jika memiliki sebuah fasilitas. Saat tidak memiliki komputer, kita sering membayangkan, nyamannya bisa menulis di dengan komputer, saat memiliki komputer, kita pun membayangkan akan lebih produktif saat memiliki notebook atau laptop. Memang, tidak dibantah kehadiran notebook yang bebas dijinjing itu kita bisa menulis di mana saja dan kapan saja bergantung mood yang kita miliki.
Saya mengenal seorang mahasiswa yang rajin menulis sebelum dirinya memiliki komputer. Dia menulis di buku harian, di kertas buram, atau di buku catatan. Kemudian, tulisan itu diketiknya di rental komputer, dicetaknya di sana pula. Saat itu, yang dibayangkannya, betapa nyamannya saat dirinya memiliki komputer. Kenyataannya, saat dirinya bekerja dan memiliki komputer dan laptop sendiri, dia justru jarang menulis. Saya pernah menyarankannya untuk menulis di kertas buram. Benar saja, ternyata dia lebih nyaman dan produktif saat menulis dengan kertas buram.
Kesimpulannya, jangan jadikan keterbatasan fasilitas sebagai rintangan dalam menulis. Menulis adalah tindakan yang dapat dilakukan kapan saja, di mana saja, dengan fasilitas yang seminim apa pun. Tahukah anda bahwa novel pertama Harry Potter yang terkenal itu ditulis oleh JK Rowling di kertas tisue?
Lalu, bagaimana jika kita tidak kesulitan mengawali tulisan? Jika itu terjadi, melailah dari tengah, atau dari bagian mana pun yang anda bisa. Bagaimana jika tidak bisa juga? Tenang saja, tulisakan kalimat-kalimat atau paragraf-paragraf tentang kesulitan anda menulis. Jadi tulisan juga kan? Dengan begitu pikiran anda akan lancar bak dikasih pelumas. Dengan mulai menulis, percayalah, ide-ide akan bermunculan. Semakin sering anda menulis, ide anda tidak akan habis melainkan akan semakin bermunculan. Yakinlah, saya sudah membuktikannya.
Harus Rutin
Lancar kaji karena diulang, kata pepatah. Begitu juga dengan aktivitas yang kita geluti, semakin sering kita lakukan semakin berpengalamanlah kita. Dengan berpengalaman, kita akan menjadi lues, lancar, dan rileks melakukannya. Lebih penting dari itu semua, kualitas produk—dalam hal ini tulisan—yang kita hasilkan pun akan semakin meningkat.
Seseorang pernah bercerita pada saya, “Dahulu, saya itu lumayan lho, tetapi akhir-akhir ini menjadi begitu kaku.” Aku hanya tersenyum menghadapi keluhannya, menurutku wajar saja. Dahulunya dia sering menulis, sehingga tulisanya semakin meningkat kualitasnya. Kosakata yang dimilikinya juga semakin berkembang hingga tulisannya menjadi lues dan “renyah”. Tetapi, aku tahu pula bahwa sudah bertahun-tahun dia tidak menulis hingga tangannya kaku. Tidak hanya tangannya, pikirannya pun ikut kaku.
Kemudian, setelah menghasilkan tulisan janganlah bosan mengedit dan membaca kembali tulisan anda. Bahkan, setelah tulisan anda dipublikasikan. Memang, cerpenis handal Putu Wijaya tidak mengedit tulisannya, langsung memublikasikan tulisannya saat selesai. Tetapi, sebagai manusia biasa yang sedang belajar, langkah terbaik yang patut kita lakukan adalah dengan selalu meneliti, mengedit, merevisi, dan membaca ulang tulisan-tulisan kita. Dengan begitu, akan ada proses pembelajaran, penelaahan, hingga perbaikan. Pernah mendengar nama Eudora Welti? Dia adalah salah satu penulis dari mancanegara, salah satu ciri khasnya adalah tidak pernah bosan membaca ulang dan mengedit karya-karyanya.
Pernah mendengar nama Joni Aryadinata? Itu lho, mantan tukang becak yang sekarang jadi penulis terkenal. Semasa menjadi tukang becak, dia rutin menulis, dua cerpen per hari. Cerpen-cerpen itu dikirimkannya ke media massa. Ratusan cerpen dikirim, ratusan pula yang ditolak. Entah cerpen ke berapa yang berhasil dimuat di media massa. Di sini, yang patut diteladani adalah rutinitasnya dan kepantangmenyerahannya. Dengan dua modal itu, seorang tukang becak saja dapat menjadi seorang penulis terkenal, apalagi jika anda seorang guru, pelajar, dan mahasiswa?
Mudah bukan? Anda dapat melakukannya sekarang juga!
Posted by
4:36 AM
and have
0
comments
, Published at
Tidak ada komentar :
Posting Komentar