Mendengar sebutan remaja, maka terbesit sejumlah perilaku remaja yang bernada negatif. Tawuran pelajar, penggunaan obat-obatan terlarang, pergaulan bebas, atau kecenderungan mencari kenikmatan tanpa mau berusaha adalah hal negatif yang sering kita dengar sekarang ini. Fenomena kenakalan remaja memang menarik untuk dibecarakan. Sisi yang menarik bukanlah karena pemberitaan tentang perilaku remaja yang ganjil itu bisa mendongkrak media massa atau acara televisi, tetapi yang lebih penting adalah karena tindakan kenakalan remaja dianggap menyimpang dan mengganggu ketertiban masyarakat.
“Maraknya tawuran antar remaja selama bulan puasa hingga menelan korban puluhan jiwa merupakan cermin semakin minimnya sosok panutan yang bisa menjadi teladan masyarakat khususnya generasi muda di tanah air” (suara merdeka,18 september 2008). Berita tersebut merupakan contoh dari sebagian kecil kenakalan yang dilakukan remaja sekarang.
Tidak kalah dengan di media massa, acara berita kriminal di stasiun televisi banyak dipenuhi berita perkelahian, tawuran antar pelajar, atau perkelahian antar geng beberapa waktu yang lalu,kita semua dihebohkan dengan adanya aksi geng Nero yang begitu brutal melakukan kekerasan kepada sesama remaja. Ironisnya, pelaku dari geng tersebut adalah remaja putri.
Sungguh sangat memprihatinkan jika hal tersebut terus terjadi. Hal seperti diatas adalah sedikit gambaran tentang kondisi remaja sekarang.Padahal kita tahu, bahwa remaja adalah cikal bakal penerus bangsa. Jika remaja di negara kita melakukan tindakan seperti itu, tentunya bangsa ini akan segera runtuh. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah mengapa remaja bisa terlibat dalam kenakalan remaja? Apa yang melatarbelakangi hal itu semua? Sebelum menjawab hal tersebut, kita sebaiknya mengetahui tentang dunia remaja.
Remaja yang dalam bahasa aslinya “adolescence” berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti “ tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Menurut Piaget (Hurlock,1991) yang dikutip oleh Mohammad Ali dalam bukunya Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar.
Remaja sebenarnya tidak memiliki tempat jelas. Mereka bukan lagi termasuk golongan anak-anak, tetapi juga belum juga diterima secara penuh untuk masuk kedalam golongan orang dewasa. Seringkali kita kenal bahwa masa remaja adalah masa “mencari jati diri” atau masa ”topan dan badai”, mereka belum mampu mengusai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik dan psikisnya. Pada umumnya remaja memiliki rasa ingin tahu yang besar, hali itu mendorong remaja untuk berpetualang, menjelajah sesuatu, mencoba sesuatu yang belum dialaminya. Mereka sering mengkhayal, dan merasa gelisah, serta berani melakukan pertentangan jika dirinya merasa disepelekan atau tidak dianggap. Untuk itu mereka memerlukan keteladanan, konsistensi, serta komunikasi yang tulus dan empatik dari orang dewasa. Jika keinginan tersebut mendapatkan bimbingan dan penyaluran yang baik, maka akan menghasilkan kreatifitas yang bermanfaat. Jika tidak, dikhawatirkan dapat menjurus kepada hal negatif (kenakalan remaja).Seringkali mereka melakukan perbuatan menurut normanya sendiri karena terlalu banyak menyaksikan ketidakkonsistenan yang dilakukan oleh orang dewasa/orang tua di masyarakat. Apa yang dikatakan orang dewasa ternyata tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Hal seperti diatas merupakan pemicu mengapa remaja melakukan hal-hal sesuai dengan normanya sendiri, bahkan mereka tidak memperdulikan norma-norma yang berlaku di masyarakat bahkan agama.
Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah Juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau peneror, durjana dan lain sebagainya. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal.(Kartono, 2003).
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan kenakalan remaja adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Kenakalan remaja merupakan salah satu bentuk penyimpangan yang dilakukan remaja karena tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan, dan norma sosial yang berlaku.
Bentuk-bentuk kenakalan remaja antara lain : bolos sekolah, merokok, berkelahi / tawuran, menonton film porno, minum minuman keras, seks diluar nikah,menyalahgunakan narkotika, mencuri, memperkosa, berjudi, membunuh,kebut-kebutan dan banyak lagi yang lain.
Dari beberapa referensi yang saya baca bahwa hal yang menjadi pemicu dan mempengaruhi timbulnya kenakalan remaja antara lain :
Pengaruh teman sebaya
Di kalangan remaja, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Remaja lebih banyak bergaul dan menghabiskan waktu dengan teman sebayanya. Jika remaja mempunyai masalah pribadi atau masalah dengan orang tuanya, maka ia akan lebih sering membicarakan dengan teman-temannya karena mereka merasa lebih nyaman berbagi dengan teman dibanding dengan keluarga. Teman sebaya merupakan faktor penting dalam mengatasi perubahan dan permasalahan yang mereka hadapi. Pengaruh teman sangatlah besar dalam pembentukan watak dan kepribadian remaja, karena remaja akan cenderung bersikap sesuai dengan teman sebayanya atau kelompoknya.
Proses keluarga
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja. Pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga juga berhubungan dengan kenakalan. Pola pengasuhan anak juga berpengaruh besar, anak yang nakal kebanyakan berasal dari keluarga yang menganut pola menolak karena mereka selalu curiga terhadap orang lain dan menentang kekuasaan.(Dwi Narwoko,2007:p.94)
Media Massa
Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam waktu singkat, informasi tentang peristiwa-peristiwa, pesan, pendapat, berita, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya dengan mudah diterima. Oleh karena itu media massa seperti surat kabar, TV, film, majalah mempunyai peranan penting dalam proses transformasi nilai-nilai dan norma-norma baru terhadap remaja. Mereka akan cenderung mencoba dan meniru apa yang dilihat dan ditontonnya. Tayangan adegan kekerasan dan adegan yang menjurus ke pornografi, ditengarai sebagai penyulut perilaku agresif remaja, dan menyebabkan terjadinya pergeseran moral pergaulan, serta meningkatkan terjadinya berbagai pelanggaran norma susila. (Dwi Narwoko,2007:p.96)
Untuk membentengi diri dari pengaruh diatas agar kita tidak ikut andil dalam kenakalan remaja maka hendaknya kita melakukan upaya pencegahan. Dari kita sendiri, kita harus meningkatkan dan membangun kehidupan iman sesuai dengan agama dan keyakinan yang kita anut, artinya kita harus sungguh-sungguh menjalankan ajaran-ajaran dan perintah agama dengan baik. Dari segi orang tua harus membimbing, membina, dan mengarahkan kehidupan keagamaan anaknya sejak dini.
Untuk menumbuhkan moral remaja menurut Blatt dan Kohlberg yang dikutip oleh Muhammad al-Mighwar dalam jurnal psikologi remaja mengajukan konsep konflik-kognitif: Caranya para remaja di bentuk menjadi berbagai kelompok yang masing-masing terdiri dari sepuluh orang. Mereka diberi tema-tema dilema moral yang bisa menciptakan konflik kognitif kemudian di aktifkan untuk berdiskusi secara tebuka. Seorang guru mendukung kelompok tertentu kemudian mendukung argumentasi kelompok lain secara bergiliran hingga terjadi konflik. Dengan begitu para remaja diuji untuk mengetahui sejauh mana perkembangan dan konsistensi moralnya.
Dari paparan di atas penulis menyimpulkan bahwa kenakalan remaja merupakan problemetika yang pelu diperhatikan dan ditanggulangi dengan serius, karena remaja adalah generasi penerus bangsa. Masa depan bangsa ini berada di tangan mereka semua. Sejak dini mereka perlu diberikan pondasi iman yang kuat, serta dibesarkan di lingkungan yang baik.
Referensi :
Ghozally, Fitri.2007. Memahami perkembangan Psikologi Remaja.Jakarta:Pustaka Nasiona.
Sri Sumantri dan Siti Sundari.2004. Perkembangan Anak dan Remaja.Jakarta: Rineka Cipta
Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto.2007.Sosiologi Teks dan Terapan.Jakarta:Kencana Prenada media Group.
Muhammad Ali dan Muhammad Asrori.2004. Psikologi Remaja Peserta Didik.Jakarta:Bumi Aksara.
Muhammad Al-Mighwar.2006. Psikologi remaja.Bandung:Pustaka setia
sumber : mentari pagi
Posted by
9:23 PM
and have
0
comments
, Published at
Tidak ada komentar :
Posting Komentar