Hore, Hari Baru! Teman-teman.
Berbeda
dengan anak-anak, kalau orang dewasa seperti kita berselisih biasanya
bisa berkepanjangan. Apalagi kalau perselisihan itu terjadi dengan
kolega di kantor. Urusannya bisa menjadi sangat rumit sekali.
Penyebabnya bisa jadi cuma hal sepele semisal, soal ’gaya berbicara
kolega yang tidak cocok dengan kita’. Sampai pada hal serius seperti
persaingan mengejar jabatan, rebutan simpati atasan, atau karena...entah
kenapa; pokoknya kita merasa tidak cocok saja dengan dia. Aneh kan? Sewaktu
kita kecil dulu, sangat mudah untuk menyelesaikan perselisihan dengan
teman. Setelah dewasa, manusia sering tidak tahu bagaimana caranya
mendapatkan titik temu untuk menghasilkan perdamaian. Kita merasa
nothing to loose jika tidak akur dengan seseorang
dikantor. Jadi, mengapa harus berdamai?
Ketika
menjadi ketua RT, saya mempunyai 4 petugas kebersihan yang dibagi
menjadi dua kelompok. Masing-masing melayani Blok A dan Blok B. Pasangan
petugas di Blok A kompak dan berkomunikasi dengan lancar satu sama
lain. Pasangan di Blok B sebaliknya. Kerjaannya berselisih melulu. Di
Blok A, mereka saling bergantian antara menarik gerobak, memungut
sampah, dan menyapu jalan. Mereka bekerja bahu membahu. Di blok B,
masing-masing jalan sendiri dan tidak saling sapa. Yang satu menarik
gerobak terus karena merasa dirinya lebih senior. Koleganya memasukkan
sampah seenaknya karena merasa disepelekan. Walhasil, lingkungan di Blok
A jauh lebih rapi dan tertata dibandingkan dengan Blok B. Kenyataan
yang saya temui di lingkungan RT ini tidak jauh beda dengan situasi di
kantor-kantor. Betapa banyak
karyawan yang berselisih dengan koleganya. Mereka merasa baik-baik
saja, padahal faktanya; kinerja mereka terpengaruh juga. Saya yakin,
mereka tidak untung jika berselisih dengan kolega. Bahkan bisa jadi
hidup mereka hanya dibebani oleh kekesalan dalam hati. Dan kita tahu
bahwa tanpa kedamaian, seseorang bisa kehilangan kebahagiaan di tempat
kerja. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar berdamai ditempat kerja, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intelligence berikut ini:
1. Ingatlah tujuan utama kita bekerja.
Sesekali, kita perlu menyegarkan kembali ingatan terhadap tujuan utama
kita bekerja. Mencari nafkah? Boleh. Mencari kebahagiaan? Mungkin.
Apapun itu. Yang pasti, saya yakin Anda memiliki tujuan yang positif
saat mengambil keputusan untuk bekerja. Rasanya, tidak ada orang yang
bekerja untuk mencari musuh. Atau pergi ke kantor untuk menemukan lawan
yang sebanding saat bertengkar. Kita semua bekerja dengan tujuan mulia,
bukan? Bahkan jika diniatkan untuk ibadah, bekerja bukan hanya
sekedar akan menghasilkan uang, melainkan juga pahala yang melimpah.
Makanya, aneh jika kemuliaan kepergian kita ke tempat kerja harus
dinodai dengan perselisihan dengan kolega kerja kita. Apakah itu baru
berupa rasa iri. Rasa ‘tidak cocok’. Parasaan ‘tidak nyambung’. Atau
sinyal-sinyal negatif lainnya yang kita rasakan didalam hati berkaitan
dengan hubungan kita dengan kolega. Sayang jika kesucian niat bekerja
kita harus ternoda oleh hal-hal yang buruk seperti itu.
2. Perusahaan juga rugi loh. Ada orang yang merasa tidak merugikan perusahaan saat mereka berselisih dengan temannya. Persis
seperti kedua petugas kebersihan itu. ‘Pokoknya kerjaan bereslah, Pak.“
Begitulah prinsip mereka. Faktanya, mereka sering saling tuding kalau
ada sampah yang tercecer di jalanan. Stake holder saya, yaitu warga yang
mengamanahkan tugas kepemimpinan RT merasa tidak dilayani dengan baik.
Sama seperti orang kantoran yang mengira semua pekerjaan selesai meski
saling berselisih. Faktanya, pelanggan mereka sering menjadi korban.
Apakah
pelanggan ekstenal, atau pun pelanggan internal. Misalnya, sering
kejadian orang finance berselisih dengan orang sales sampai-sampai
setiap invoice dari sales ditunda-tunda. Ada juga yang enggan menyokong
temannya dengan data yang diperlukan karena merasa ada ganjalan
dihatinya. Stake holder kita yaitu atasan, bawahan, pelanggan dan semua
elemen terkait kinerja perusahaan tidak mendapatkan pelayanan yang
optimal. Kedua petugas kebersihan itu mendapatkan ultimatum; perbaiki
sikap, atau ada konsekuensi lain. Wajar jika kepada karyawan yang
berselisih itupun perusahaan memberi ultimatum. Karena perselisihan
karyawan sangat merugikan citra dan kinerja perusahaan. Dan tidak ada
pilihan lain bagi setiap karyawan yang ingin dinilai baik oleh
perusahaan selain rukun atau mengupayakan kerukunan dengan
kolega-koleganya
3. Diri sendiri lebih rugi lagi.
Dalam terminology kita ada istilah ‘trouble maker’. Siapapun kita,
tentu tidak ingin berurusan dengan sang trouble maker itu. Bahkan,
mereka boleh disingkirkan kok, meskipun tidak dalam pengertian fisik.
Promosi? Seseorang yang diketahui sebagai trouble maker, sangat sulit
dipromosi. Kalau pun ‘entah bagaimana caranya’ dia dipromosi, maka dia
akan sulit untuk diterima oleh teamnya. Bagaimana jika Anda yang yang
dicap sebagai sang trouble maker itu? Kan Anda sendiri yang rugi. Untuk
menjadi trouble maker, Anda tidak usah membuat keributan. Cukup dengan
menjadi
pribadi yang menyebalkan bagi kolega Anda, deh. Apalagi jika berbuat
jauh lebih buruk dari itu. Jauh lebih baik untuk menjadi pribadi yang
menyenangkan di tempat kerja. Yaitu pribadi yang bersedia untuk
memberikan rasa nyaman bagi ‘siapapun’ yang berurusan dengan Anda. Makna
kata ‘siapapun’ itu mengandung arti tidak membeda-bedakan jabatan orang
yang Anda layani. Atasan, bawahan, kolega. Semuanya Anda perlakukan
dengan penuh hormat dan kebaikan yang sama menyenangkannya. Dengan sikap
seperti itu, Anda bukan sekedar mendapatkan simpati dari mereka. Anda
juga bisa menunjukkan bahwa pribadi Anda memang layak untuk mendapatkan
perlakuan yang terhormat pula. Dan Anda, adalah orang yang paling
beruntung karenanya.
4. Mengalah jauh lebih baik.
Perdamaian itu tidak bisa dibangun oleh satu pihak. Harus oleh
kedua-duanya. Jika kita sungguh-sungguh menginginkan perdamaian, maka
kita harus menjadi pihak pertama yang mengusahakannya. Tidak mungkin
bisa berdamai jika kita tidak ingin berdamai, bukan? So first, kita yang
harus memulainya. Tapi, bagaimana seandainya kolega kita tidak
menyambut ajakan damai kita? Sama seperti perdamaian, perselisihan juga
tidak bisa dilakukan sendirian. Jika mereka ingin berselisih tapi kita
terus konsisten untuk berdamai, maka tidak akan terjadi perselisihan.
Lho, bagaimana bisa berdamai
dengan orang yang ngotot ingin berselisih? Bisa. Caranya, mengalah
saja. Seseorang yang memang gemar berselisih tidak bisa menyembunyikan
sifat buruknya sehingga orang lain pun tahu jika memang dia begitu. Jika
Anda ikut terlarut dengan gaya permainannya, maka Anda akan mirip
seperti dirinya. Tetapi jika Anda bisa menjaga diri untuk terhindar dari
permainan buruknya, maka orang lain juga tahu jika Anda tidak seperti
dia. Itu artinya Anda ‘waras’. Sudahlah sing waras ngalah, kan begitu
nasihat yang kita terima. Kita memang patut menjadi duta perdamaian di
tempat kerja kita. Tetapi jika orang lain tidak bisa diajak berdamai, ya
sudah mengalah saja. Agar kita bisa tetap menjaga kebaikan nilai
pribadi kita.
5. Memaafkan seperti kita ingin dimaafkan.
Mungkin memang Anda kesal kepada seseorang. Apapun alasannya. Itu valid
bagi Anda. Saya tidak akan menghakimi Anda dengan menimpakan semua itu
sebagai salah Anda sendiri. Anda berhak menilai kualitas hubungan dengan
orang lain di tempat kerja. Dan wajar, jika Anda kurang nyaman dengan
sikap dan perlakukan beberapa orang diantara mereka. Tetapi, percayalah;
kekesalan Anda hanya akan menambah ‘beban’ di hati Anda saja. Jika
orang itu sengaja melakukannya, maka itu bisa menjadi poin kemenangan
baginya. Tapi jika dia tidak sengaja? Malah Anda yang menumpuk dosa.
Maka maafkanlah kolega Anda jika dia melakukan sesuatu yang tidak
menyenangkan hati Anda. Apakah dia sengaja melakukannya, atau tidak.
Dengan memaafkan itu, hati Anda akan semakin damai. Dan ingat pula,
boleh jadi bukan hanya mereka yang menyakiti hati Anda. Mungkin
kata-kata dan perilaku Anda yang justru menyakiti mereka. Apakah Anda
tidak bermaksud demikian? Maka Anda butuh dimaafkan oleh mereka. Banyak
loh, kesalahan yang terjadi secara tidak disengaja. Baik yang dilakukan
oleh orang lain pada kita, maupun sebaliknya. Apa lagi yang bisa
menyembuhkan luka-luka yang ditimbulkannya selain saling memaafkan?
Makanya, maafkanlah teman Anda seperti halnya Anda ingin dimaafkan oleh
mereka. Bukankah Tuhan pun Maha Memaafkan?
Kantor
adalah tempat dimana kita menghabiskan waktu harian paling banyak. Dan
kantor adalah tempat dimana kita menggantungkan beribu harapan. Maka
pantaslah jika kita semua berusaha untuk menjadikan kantor sebagai
tempat yang menyenangkan. Khususnya dalam hal hubungan dengan kolega
kita. Hubungan antar manusia itu tidak luput dari selisih dan beda
pendapat. Meskipun sudah berusaha untuk sama, kita ini tetap saja
memiliki perbedaan. Itu bukan pertanda buruk, melainkan anugerah melalui
keunikan. Kita bisa menjadikan anugerah itu sebagai berkah jika
sama-sama memposisikan diri di tempat yang positif sambil menggunakan
sudut pandang yang juga positif. Apa lagi dengan kolega di kantor kita.
Karena mereka, adalah orang-orang yang paling sering dan paling lama
berinteraksi dengan kita. Kita baikan yuk….
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 24 Oktober 2011
Penulis buku ”Natural Intelligence Leadership” (Tahap editing di penerbit)
Posted by
4:08 PM
and have
0
comments
, Published at
Tidak ada komentar :
Posting Komentar