Minggu, November 06, 2016

Kehebatan Tokoh NU, Mengedepankan Maaf daripada Dendam

Rasulullah Saw. sering dicaci-maki, namun tidak membalasnya dengan caci-maki. Saya berharap diri saya bisa begitu. Biarlah Wahabi mencaci-maki, tapi yang penting saya tidak mencaci-maki mereka dengan umpatan dan ejekan. Alhamdulillah, Shubuh tadi pengurus masjid yang berpaham Wahabi berkenan memberi saya kesempatan bicara di hadapan mereka. Saya dengan keterbatasan dan kesoktahuan saya tentang sunnah, memaparkan tradisi penyampaian hadits musalsal bil awwaliyyah di kalangan ulama hadits kepada mereka.

Hasilnya, pengurus dan jamaah yang mayoritas berpaham Wahabi ingin belajar lebih dalam tentang pengajaran hadits di lingkungan NU. Satu per satu menyampaikan kekaguman mereka akan kiprah para guru ulama NU semisal Syaikh Nawawi al-Bantani, Syaikh Mahfudz Tremas, Syaikh Kholil Bangkalan, Syaikh Hasyim Asy'ari dan Syaikh Arsyad al-Banjary, yang menjadi tokoh-tokoh ulama di Masjidil Haram. Mereka menyampaikan maaf atas sangkaan bid'ah dan sesat yang selalu mereka tuduhkan kepada para ulama dan warga NU. Saya pun terharu mendengar dan menyaksikan ketulusan mereka. Semoga ini menjadi awal yang baik untuk membangun ukhuwwah.


Saya coba memahami apa kira-kira sebab karomah para kyai NU semisal Hadhratus Syaikh Hasyim Asy'ari, Kyai Wahab Chasbullah, Kyai Ahmad Siddiq, Kyai As'ad Syamsul Arifin dan juga Gus Dur, sehingga mereka semua bisa mempertahankan NU meskipun deraan ujian datang bertubi-tubi. Ternyata para kyai itu adalah orang yang sifat pemaafnya sangat tinggi walaupun terhadap orang yang mendzalimi mereka.

Saya ambil contoh Gus Dur yang masih mau menyambangi Pak Harto, Presiden Kedua RI. Semua warga NU tahu bagaimana dzalimnya Pak Harto semasa menjabat presiden terhadap Gus Dur. Dalam dua kali Muktamar NU, Pak Harto berusaha menjungkalkan Gus Dur dari kepemimpinan NU, tapi Allah berkehendak lain. Gus Dur tetap bertahan hingga selesai masa khidmahnya.

Yang menarik, pasca jatuhnya Pak Harto dari kursi Presiden, Gus Dur adalah orang yang selalu menemani kesendirian Pak Harto setelah ditinggalkan patron-patron politiknya. Boleh dibilang bahwa Gus Dur adalah pelipur lara Pak Harto. Padahal Gus Dur pernah didzalimi Pak Harto.

Itulah akhlak NU, yang lebih mengedepankan maaf dibandingkan dendam. Dan kini warga NU kembali dihadapkan dengan kedzaliman yang tidak sehebat kedzaliman Orde Baru, yaitu kedzaliman segelintir orang awam yang belum mengerti. Maka, masihkah sifat maaf itu lebih besar daripada dendam? Semoga masih. (Oleh: Kyai Abdi Kurnia Djohan).


Sumber : muslimoderat.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar