Rabu, Desember 23, 2009

Saatnya Kembali ke Keluarga dan Agama

Oleh Soelastri Soekirno

KOMPAS.com — Kasus bunuh diri terjun dari gedung tinggi kini bak tren di Ibu Kota. Dalam 16 hari, ada lima kasus dugaan bunuh diri. Tekanan hidup membuat korban memilih jalan pintas. Ikatan keluarga dan kedekatan kepada Sang Pencipta menjadi solusi masalah ini.

Ada hal yang tidak biasa dari lima kasus dugaan bunuh diri yang terjadi dari 30 November hingga 15 Desember lalu. Semua korban memilih mal atau apartemen ternama sebagai tempat untuk mengakhiri hidup. Tentu saja kejadian tersebut sangat mudah diketahui orang. Benar saja, dalam waktu singkat, berita soal itu tersebar di situs pertemanan Facebook dan Twitter.

Bayangkan saat para korban itu memilih mal terkenal, semacam Senayan City Plaza dan Grand Indonesia. Tak pelak lagi, saat tubuh Reno Fadillah Hakim (25) yang terjun dari lantai lima terjatuh ke lantai satu mal Senayan City Plaza yang terang benderang, perhatian ratusan pengunjung langsung tersedot ke sana.

Inilah yang memunculkan pertanyaan di benak psikolog klinis Adriana Ginanjar dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

”Heran ya, dulu orang kalau berniat bunuh diri malah malu diketahui banyak orang sehingga memilih melakukannya di tempat tersembunyi, tetapi sekarang kebalikannya,” tutur Adriana pada Jumat (18/12/2009).

Sampai sekarang tampaknya belum ada ahli yang bisa menjelaskan mengapa tren itu tiba-tiba muncul, lalu berturut-turut terjadi. Polisi pun menyatakan sulit memperkirakan latar belakang tindakan nekat para korban dalam kasus yang kemudian disimpulkan sebagai bunuh diri tersebut.

Soal kematian Linda Sari (34), polisi menyimpulkan korban bunuh diri. Linda diduga terjun dari lantai 27 kamar G dan ditemukan meninggal di lantai 7 Apartemen Istana Harmoni, Selasa lalu pukul 15.00.

Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Metro Gambir Inspektur Satu Suhendar memperkirakan kesulitan keuangan sebagai pendorong Linda terjun dari apartemennya. ”Tidak ada tanda-tanda kekerasan sehingga sementara ini kami simpulkan ia bunuh diri,” ujar Suhendar.

Putra Galang (39), orang kepercayaan Linda, mengatakan, Linda mempunyai usaha kredit aneka jenis barang. Sebelum kejadian, ada sekitar 30 orang yang seret mengembalikan pinjaman ke Linda. ”Total uang Linda yang berbentuk piutang ke pihak lain mencapai lebih dari Rp 200 juta,” ucap Putra.

Ia mengakui, Linda merupakan orang baik dan kerap tidak menolak orang yang membutuhkan pinjaman. Tidak heran ada sejumlah kasus pengembalian yang tersendat.

Penyebab bunuh diri Ice Junior (24) dan Reno pada 30 November lalu juga belum bisa dipastikan. Polisi hanya bisa menduga keduanya bunuh diri di dua mal berbeda, yakni Grand Indonesia dan Senayan City Plaza.

Kepala Unit Reskrim Polsek Metro Tanah Abang Inspektur Satu Sutrisno mengaku tidak mudah mengetahui alasan Ice dan Reno terjun dari lantai lima pusat perbelanjaan.

Dari keterangan keluarga, Ice mempunyai gejala sakit dan susah tidur. Namun, belum bisa dipastikan apakah itu membuatnya memutuskan bunuh diri.

Sementara itu, dari keterangan orangtua Reno kepada polisi diketahui bahwa Reno sempat meminta dikawinkan. Namun, orangtua belum memastikan kapan akan mengabulkan permohonan ini. Dua hari sebelum kejadian, Reno juga tidak makan. Ia meminta agar ditemani berjalan-jalan sampai akhirnya terjadi bunuh diri itu.

Mencermati sedikit gambaran di atas muncul dugaan setidaknya mereka mengalami tekanan dalam skala yang berbeda. Adriana menyatakan, dari sisi keilmuan, kondisi seseorang harus dilihat dari berbagai sudut pandang. Namun, rata-rata mereka yang nekat bunuh diri biasanya memiliki tekanan (depresi) dalam waktu cukup panjang. ”Keluarga sering tak menyadari keadaan itu,” ucapnya.

Padahal, ketahanan kepribadian setiap orang berbeda. Ada yang mudah bangkit dari masalah yang membelenggu dirinya, tetapi ada pula yang sulit.

Faktor anak yang tumbuh dari keluarga tak harmonis, atau datang dari tempat yang relatif tenang lalu tiba-tiba harus hidup di keriuhan Jakarta yang menuntut serba cepat dan persaingan lebih sulit, juga bisa memunculkan tekanan hidup yang makin berat dan membelenggu seseorang. ”Anak yang tumbuh dari keluarga tak harmonis biasanya cenderung rapuh kepribadiannya,” kata Adriana.

Kondisi itu bukan tidak bisa lagi diatasi. Memiliki ikatan emosional yang kuat dengan orangtua, saudara, kerabat, dan teman menjadi faktor penting. Keluarga bisa memberikan inspirasi dan kekuatan untuk tetap bertahan hidup.

Penderita depresi bisa curhat dan orang di sekelilingnya pun tahu akan keadaan yang bersangkutan.

Hubungan sosial dengan sesama yang baik itu akan lebih lengkap bila memiliki hubungan kuat dengan Tuhan. Mencurahkan isi hati kepada pemberi hidup dan teman akan meringankan tekanan.

Pada akhirnya, kehidupan manusia memang harus kembali ke dasar, berhubungan dekat dengan Sang Pencipta dan keluarga, terutama orangtua. (ART)



Editor: Anna

Sumber : Kompas Cetak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar