Anda pernah bertemu dengan orang yang sering bersikap negatif? Cara berpikirnya negatif. Cara bicaranya negatif. Cara menyampaikan pendapatnya negatif. Caranya memandang seisi dunia pun negatif. Sebaliknya, anda juga pasti pernah bertemu dengan orang yang sering bersikap positif. Segala sesuatu yang keluar dari mulutnya positif. Tulisan-tulisannya positif. Perilakunya positif. Dan caranya memandang seisi dunia juga positif. Pertanyaannya adalah; apakah perbedaan sikap kedua orang ini disebabkan oleh ’perbedaan gen’ dalam dirinya, atau perbedaan pilihan hidup yang diambilnya?
Jika berkunjung ke lapangan olah raga komplek kami, anda akan melihat pohon mangga yang tinggi dan besar. Dari kejauhan daunnya terlihat hijau rindang, disertai ranting-ranting bersilangan. Namun, kalau melihatnya dari dekat; anda akan tahu bahwa daun-daun hijau nan subur itu bukanlah daun mangga. Melainkan daun benalu yang tebal dan menjalar. Tidaklah mengherankan jika pohon mangga itu enggan berbuah. Kira-kira sebulan yang lalu, kami memotong sebagian pohon mangga itu. Terutama dicabang-cabangnya yang ditumbuhi para benalu. Tidak disangka, ternyata sedemikian banyaknya benalu itu sehingga sebuah mobil bak terbuka harus bolak-balik mengangkut sampahnya.
Hari minggu kemarin, saya berkumpul bersama beberapa warga lain dilapangan itu. Dan tanpa sengaja, kami melihat pohon mangga itu. Kami semua terkagum-kagum dengan pemadangan itu. Kenapa? Karena, sekarang pohon mangga itu dipenuhi oleh pucuk-pucuk daun muda yang besar-besar dan subur-subur. Sekarang, saya menjadi lebih faham; mengapa para bijak bestari sering menasihatkan kita untuk menghilangkan sifat-sifat buruk yang kita miliki. Sebab seperti benalu itu; sifat buruk menyebabkan sifat-sifat baik didalam diri kita enggan muncul ke permukan.
Memang, ada orang yang percaya bahwa sifat baik dan buruk seseorang itu sudah tercetak dalam kode-kode genetiknya. Sehingga, ada ilmuwan yang menduga bahwa orang-orang tertentu dilahirkan dengan bakat menjadi penjahat. Tapi, tidak pernah ada kesepakatan tentang kebenaran dugaan ini. Tuhan tidak adil jika menciptakan orang-orang tertentu dengan gen untuk menjadi manusia picik, berpikiran sempit, dan senang berprasangka buruk. Padahal, Dia menciptakan orang lainnya dengan gen untuk menjadi manusia yang baik, berperangai terpuji, serta sopan dan santun kepada lingkungannya.
Guru ngaji saya sewaktu disurau dulu menjelaskan kalau Tuhan berfirman bahwa; ”Pada saat meniupkan ruh kehidupan kepada janin manusia, Dia memasukkan kecenderungan sifat manusia kepada kebaikan, dan keburukan.” Oleh karenanya kelak ketika dewasa, seorang manusia memiliki kendali penuh atas dirinya sendiri. Apakah dia memilih menjadi manusia yang berperangai baik, atau buruk.
Sayang sekali jika memilih untuk membiarkan sifat-sifat buruk tumbuh subur didalam diri kita. Sebab, saat kita memilih untuk menjadi buruk; sifat-sifat baik kita terkunci rapat. Misalnya, ketika kita memilih untuk memaki orang lain, maka sifat toleran kita tidak kelihatan. Saat kita malas, maka sifat rajin kita hilang. Saat kita membenci orang lain, maka sifat penyayang kita terkekang. Sebaliknya, ketika kita memilih untuk teguh hati, maka sifat cengeng langsung hengkang. Saat kita menghormati hak orang lain untuk berpendapat, maka sifat sok benar sendiri kita tidak mendapat tempat. Dan, saat kita memilih untuk berakhlak mulia, maka perilaku-perilaku tak terpuji kita pergi.
Apa peduli elu? Hidup, hidup gua. Mulut, mulut gua. Terserah mau gua pake apa! Ada orang yang berprinsip begitu? Banyak. Kita pun kadang-kadang demikian. Namun, kita lupa bahwa manfaat bersikap baik itu bukan untuk orang lain. Melainkan bagi diri kita sendiri. Sebab, jika kita berperilaku baik kepada orang lain, kemudian orang lain merespon dengan hal-hal yang baik pada kita; maka yang untung adalah kita. Sebaliknya, jika kita bersikap buruk kepada orang lain, lalu orang lain membenci kita, menjauhi kita, dan mengucilkan kita; maka kita akan kehilangan banyak kesempatan.
Oleh karena itu, sudah saatnya untuk menyadari bahwa berperilaku buruk itu sama sekali tidak memberi manfaat apapun kepada diri sendiri. Apakah dalam konteks hubungan sosial antar manusia, ataupun dalam konteks pekerjaan. Karena, jika kita membawa sifat-sifat buruk itu ke tempat kerja, misalnya; maka percayalah, kita tidak akan disukai teman. Tidak disayangi atasan. Tidak dihormati pelanggan. Sehingga pasti kita akan menjadi pegawai yang gagal. Sebaliknya, ada hadiah istimewa bagi mereka yang membawa perangai baiknya ke tempat kerja. Sebab, dengan sifat-sifatnya yang baik itu; dia akan selalu mendapatkan tempat terhormat, dimanapun dia berada.
Dibeberapa cabang pohon mangga itu sekarang bermunculan bunga-bunga bakal buah. Padahal, ini bukan musim mangga berbuah, loh.
Semoga saja, hidup kita juga demikian. Ketika semua sifat buruk dari dalam diri kita dibuang; maka segala sesuatu yang kita lakukan akan membuahkan hasil. Bahkan, dalam bentuk dan jumlah yang tidak pernah kita bayangkan.
Pantaslah kalau Tuhan kemudian berfirman:”Janganlah Engkau mencampur adukkan kebenaran dengan kebatilan”. Karena ternyata benar bahwa keburukan-keburukan sifat kita bisa menyingkirkan sifat baik. Sebaliknya, sifat baik kita bisa mengusir sifat buruk. Jadi, bagaimana caranya menjadi orang baik? Gampang; tanggalkan semua sifat buruk dari dalam diri kita. Karena, ketika benalu yang menempel di batang pohon mangga itu kita buang; dia menemukan kembali kegairahan hidupnya. Kemudian pucuk-pucuk daun yang indah bermunculan. Dan bunga-bunganya, bermekaran.
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar