Sebuah sekolah yang baik mempunyai budaya yang menjadi ruh di dalamnya. Sekolah memang akan berjalan dengan adanya siswa dan guru serta administrator yang melayani jalannya operasional sekolah, tetapi tanpa ruh sekolah hanya akan terjerumus menjadi sebuah organisasi tanpa arah. Sebuah budaya sekolah yang berlangsung di sebuah sekolah bisa saja diterapkan di sekolah lain, sebaliknya tidak semua hal yang menjadi budaya di sebuah sekolah bisa diaplikasikan disekolah lain. Budaya sekolah yang bisa dirasakan oleh individu yang ada didalamnya akan menjelma menjadi iklim sekolah yang melingkupi dan menjadi dasar pijakan pengembangan sekolah.
Saya mencoba mengkategorikan budaya sekolah ini dalam beberapa kategori
Budaya Komunikasi dan interaksi.
* Guru tidak datang kepada kepala sekolah dengan hanya semata persoalan dan keluhan saja. Guru juga datang sambil membawa solusi.
* Orang tua siswa dan guru mudah bertemu dengan kepala sekolah. Bagi kepala sekolah, bersikap prosedural (seperti membuat janji sebelum bertemu dan lain sebagainya) memang penting, tapi jauh lebih penting mendengar dan mengarahkan serta memimpin di saat yang tepat.
* Sekolah memperlakukan sama guru lama dan guru baru. Guru lama mempunyai tanggung jawab untuk menjadikan guru baru mitra kerja yang setara, sambil ditingkatkan apa yang belum pas dari seorang guru baru. Guru baru menaruh hormat pada perasaan dan wibawa guru lama, dengan demikian keduanya mudah berkolaborasi dan bekerja sama.
* Siswa punya suara yang sama di sekolah, siswa bahkan dilibatkan dalam komite dan kepanitiaan untuk didengar aspirasinya.
* Semua jadwal pertemuan diberitahu minimal satu minggu sebelumnya, dan tertulis di staff morning bulletin. Pemberitahuan ini di ulang beberapa kali menjelang rapat. Dengan demikian tidak ada hal yang mendadak dalam budaya sekolah yang efektif.
* Konflik guru dengan guru, orang tua siswa dengan guru atau kepala sekolah dengan guru difasilitasi dengan adil dan menerapkan prinsip mencari solusi demi perbaikan ke depannya.
Budaya komunitas pembelajar
* Setiap guru dan semua elemen di sekolah punya kesempatan yang sama dalam menghadiri seminar atau workshop yang dibiayai sekolah sesuai dengan minat dan hubungan dengan pekerjaannya. Jika ada guru yang mendapat kesempatan untuk secara gratis menjadi peserta atau menjadi pembicara dalam sebuah acara seminar atau workshop professional guru, sepanjang hal tersebut tidak menggangu ritme pembagian tugas di sekolah dan di kelas, sekolah wajib membantu dan memngatur agar bisa terwujud.
* Setiap indvidu yang mendapat ilmu baru dalam acara workshop atau seminar guru diluar sekolah yang dibiayai sekolah, wajib membaginya di dalam sekolah. Perlu diingat bahwa keberangkatan individu tersebut juga dalam rangka bekerja dan bukan untuk sekedar lepas dari rutinitas sekolah atau malah bertamasya, untuk itu dengan membagi ilmunya di sekolah adalah juga bagian dari pekerjaan.
* Setiap guru punya kewajiban untuk berbagi dengan guru lainnya (tidak harus yang didapat dari luar sekolah saat workshop). Saat ada guru yang bersedia untuk berbagi dalam rapat atau pertemuan guru di sekolah, guru yang lain wajib mengapresiasi dan menghargai.
* Guru yang dipandang mampu, mesti siap jika diminta berbagi dihadapan orang tua siswa, tentunya semua materinya sudah dikonsultasikan dengan kepala sekolah.
Budaya teliti
* Dalam hal surat menyurat misalnya, guru mesti menunjukkan dan meminta pendapat dari atasan dan rekan sekerja mengenai isi dan susunan bahasa sebuah surat yang akan dikirim ke luar sekolah. Utamanya jika isi surat tersebut membawa nama sekolah secara keseluruhan, dan tidak semua surat mesti didiskusikan dengan atasan, jika hanya memo biasa tidak menjadi masalah.
* Guru dan sekolah bersikap satu kata yaitu demi perbaikan mutu sikap dan pembelajaran siswa dihadapan orang tua siswa, ini berarti semua yang akan diinfokan kepada orang tua mesti disepakati, minimal dikomunikasikan dan dikonsultasikan terlebih dahulu.
Budaya pembagian tugas
* Alokasi pembagian tugas untuk guru, jam mengajar serta jam piket menjaga siswa di buat di umumkan dan dibuat menjelang tahun ajaran berakhir untuk di tahun ajaran berikutnya. Dengan demikian saat tahun ajaran baru mulai guru sudah tinggal melaksanakannya saja.
* Guru difasilitasi untuk bisa hadir, mendaftar dan ikut serta dalam kepanitiaan yang dibentuk di sekolah, baik yang ada hubungannya dengan akademis maupun event yang terjadi di sekolah
Budaya menomor satukan siswa
* Semua elemen yang ada di sekolah, baik itu guru, kepala sekolah dan manajemen, sadar bahwa keberadaannya di sekolah karena ada siswa. Untuk itu semua rapat, pertemuan anggaran biaya sampai komitmen pribadi bermuara kepada peningkatan mutu belajar dan perilaku siswa.
Agus Sampurno
Posted by
9:50 AM
and have
0
comments
, Published at
Tidak ada komentar :
Posting Komentar