Oleh: Hasanudin Abdurakhman
Kebiasaan adalah hal-hal yang secara berulang kita lakukan, dan kita melakukannya di bawah sadar. Kebiasaan juga menyangkut cara berpikir, hasrat, dan perasaan kita, yang terbentuk oleh berbagai pengalaman kita di masa lalu.
Berulang, itu adalah sifat penting pada kebiasaan, yang membuatnya memiliki kekuatan yang hebat. Misalnya, kita punya kebiasaan meletakkan 1 bata di halaman rumah kita. Maka dalam setahun kita akan punya 365 bata. Bayangkan kalau kita bisa, misalnya, membaca 1 buku sehari.
Karena kebiasaan adalah sesuatu yang berada di bawah sadar dan cenderung menjadi semacam kebutuhan, maka ia sulit diubah. Proses suatu perilaku atau tindakan menjadi kebiasaan disebut habit formation. Menariknya, meski sulit, kebiasaan baru bisa dibangun dan ditumbuhkan.
Ada beberapa tindakan kita sehari-hari yang merupakan kebiasaan. Naik sepeda, naik motor, atau menyetir mobil, adalah kebiasaan. Kita tidak lagi berpikir saat mengayuh sepeda, atau menekan pedal-pedal di mobil. Padahal yang kita lakukan tidak benar-benar perulangan. Syaraf-syaraf kita merespon secara otomatis konteks atau situasi yang kita hadapi secara cepat.
Keterampilan tangan pada umumnya adalah kebiasaan. Seseorang yang mampu mengetik cepat mendapatkan keterampilannya dari latihan berulang. Demikian pula seorang koki yang mampu memotong secara cepat dengan memakai pisaunya.
Karena itu banyak pakar pengembangan pribadi yang membangun konsep-konsep pengembangan melalui kebiasaan. Salah satunya adalah Stephen Covey, yang terkenal dengan bukunya ‘7 Habits of the Highly Effective People’.
Ada ungkapan menarik,”First we make our habits, then our habits make us.” Artinya, kita bisa membangun kebiasaan, kemudian kebiasaan-kebiasaan itu yang membentuk diri kita. Itulah yang menjadi dasar berpikir para ahli pengembangan diri dalam membangun metode yang mereka tawarkan.
Kebiasaan bukan sekedar soal tindakan fisik saja. Kebiasaan juga menyangkut soal berpikir. Kalau kita biasa berpikir, menganalisa, beraksi terhadap suatu situasi dengan cara tertentu, maka ia akan membentuk suatu pola pikir.
Pola pikir adalah kebiasaan dalam berpikir. Sama seperti kebiasaan fisik, pola pikir sulit diubah. Tapi, sekali lagi, ia bisa diubah dengan latihan. Orang-orang seperti Covey sebenarnya menawarkan konsep perubahan dalam berpikir. Demikian pula saya, melalui suatu slogan,”Melawan Miskin Pikiran.”
Kita adalah kebiasaan kita. Kita dibentuk oleh berbagai kebiasaan. Sukses atau gagalnya kita, ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan tersebut. Bila kita mau belajar dari orang sukses, cobalah menelisik pola kebiasaannya. Ia pasti punya kebiasaan tertentu. Kalau kita ingin berubah dari diri kita yang sekarang, tidak bisa tidak, kita harus mengubah kebiasaan-kebiasaan kita.
Nah, apa kebiasaan positif yang kita bangun untuk membentuk diri kita? Kita bisa mulai dari hal kecil seperti tepat waktu, tertib di jalan dan tempat umum, menjaga kebersihan, jujur, dan menepati janji. Pada saat yang sama kita bisa menghilangkan kebiasaan-kebiasan buruk, seperti menunda, menghindar, menyangkal, dan sebagainya.
Pada level yang lebih tinggi kita bisa melatih diri dengan satu set pola pikir, misalnya, meninggalkan pola pikir dengan sudut pandang korban, menjadi pola pikir proaktif. Kita juga harus membiasakan untuk memilah antara unsur emosional dan rasional dalam pikiran kita. Ada banyak lagi kebiasaan-kebiasaan berpikir atau intelectual habit. Nanti akan saya bahas dalam tulisan-tulisan saya selanjutnya.
Intinya, kita adalah kebiasaan kita. Kalau mau mengubah nasib, jalan hidup, dan masa depan, tidak bisa tidak, kita harus mengubah kebiasaan-kebiasaan kita.
Editor : Wisnubrata
Kebiasaan adalah hal-hal yang secara berulang kita lakukan, dan kita melakukannya di bawah sadar. Kebiasaan juga menyangkut cara berpikir, hasrat, dan perasaan kita, yang terbentuk oleh berbagai pengalaman kita di masa lalu.
Berulang, itu adalah sifat penting pada kebiasaan, yang membuatnya memiliki kekuatan yang hebat. Misalnya, kita punya kebiasaan meletakkan 1 bata di halaman rumah kita. Maka dalam setahun kita akan punya 365 bata. Bayangkan kalau kita bisa, misalnya, membaca 1 buku sehari.
Karena kebiasaan adalah sesuatu yang berada di bawah sadar dan cenderung menjadi semacam kebutuhan, maka ia sulit diubah. Proses suatu perilaku atau tindakan menjadi kebiasaan disebut habit formation. Menariknya, meski sulit, kebiasaan baru bisa dibangun dan ditumbuhkan.
Ada beberapa tindakan kita sehari-hari yang merupakan kebiasaan. Naik sepeda, naik motor, atau menyetir mobil, adalah kebiasaan. Kita tidak lagi berpikir saat mengayuh sepeda, atau menekan pedal-pedal di mobil. Padahal yang kita lakukan tidak benar-benar perulangan. Syaraf-syaraf kita merespon secara otomatis konteks atau situasi yang kita hadapi secara cepat.
Keterampilan tangan pada umumnya adalah kebiasaan. Seseorang yang mampu mengetik cepat mendapatkan keterampilannya dari latihan berulang. Demikian pula seorang koki yang mampu memotong secara cepat dengan memakai pisaunya.
Karena itu banyak pakar pengembangan pribadi yang membangun konsep-konsep pengembangan melalui kebiasaan. Salah satunya adalah Stephen Covey, yang terkenal dengan bukunya ‘7 Habits of the Highly Effective People’.
Ada ungkapan menarik,”First we make our habits, then our habits make us.” Artinya, kita bisa membangun kebiasaan, kemudian kebiasaan-kebiasaan itu yang membentuk diri kita. Itulah yang menjadi dasar berpikir para ahli pengembangan diri dalam membangun metode yang mereka tawarkan.
Kebiasaan bukan sekedar soal tindakan fisik saja. Kebiasaan juga menyangkut soal berpikir. Kalau kita biasa berpikir, menganalisa, beraksi terhadap suatu situasi dengan cara tertentu, maka ia akan membentuk suatu pola pikir.
Pola pikir adalah kebiasaan dalam berpikir. Sama seperti kebiasaan fisik, pola pikir sulit diubah. Tapi, sekali lagi, ia bisa diubah dengan latihan. Orang-orang seperti Covey sebenarnya menawarkan konsep perubahan dalam berpikir. Demikian pula saya, melalui suatu slogan,”Melawan Miskin Pikiran.”
Kita adalah kebiasaan kita. Kita dibentuk oleh berbagai kebiasaan. Sukses atau gagalnya kita, ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan tersebut. Bila kita mau belajar dari orang sukses, cobalah menelisik pola kebiasaannya. Ia pasti punya kebiasaan tertentu. Kalau kita ingin berubah dari diri kita yang sekarang, tidak bisa tidak, kita harus mengubah kebiasaan-kebiasaan kita.
Nah, apa kebiasaan positif yang kita bangun untuk membentuk diri kita? Kita bisa mulai dari hal kecil seperti tepat waktu, tertib di jalan dan tempat umum, menjaga kebersihan, jujur, dan menepati janji. Pada saat yang sama kita bisa menghilangkan kebiasaan-kebiasan buruk, seperti menunda, menghindar, menyangkal, dan sebagainya.
Pada level yang lebih tinggi kita bisa melatih diri dengan satu set pola pikir, misalnya, meninggalkan pola pikir dengan sudut pandang korban, menjadi pola pikir proaktif. Kita juga harus membiasakan untuk memilah antara unsur emosional dan rasional dalam pikiran kita. Ada banyak lagi kebiasaan-kebiasaan berpikir atau intelectual habit. Nanti akan saya bahas dalam tulisan-tulisan saya selanjutnya.
Intinya, kita adalah kebiasaan kita. Kalau mau mengubah nasib, jalan hidup, dan masa depan, tidak bisa tidak, kita harus mengubah kebiasaan-kebiasaan kita.
Editor : Wisnubrata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar