Penulis Denny Siregar
Mereka yang dulu gugur sedang menangis sekarang ini. Apa yang mereka perjuangkan, dengan darah dan airmata kehilangan, begitu mudah dikoyak oleh kebanggaan. Kebanggaan semu yang mengatas-namakan Tuhan tapi mencabik keadilan.
Tidak ada siapapun yang boleh mengklaim kemerdekaan di bumi pertiwi ini kecuali mereka yang menumpahkan darah di atasnya. Mereka yang tidak memperdulikan apa agama mereka, apa suku dan ras mereka, mereka mempunyai kewajiban yang sama yaitu mempertahankan tanah air mereka.
Mereka juga mempunyai hak yang sama terhadap negeri ini. Tidak ada sejengkalpun tanah di bumi ini yang bukan merupakan hak mereka. Begitu juga terhadap keturunan mereka, yaitu kita.
Lalu siapakah kita yang sibuk berbicara mayoritas dan minoritas?
Siapakah kita yang sibuk berbicara angka dihadapan kubur mereka yang sudah mengorbankan semua?
Kita tinggal menjaga dan menikmati dengan baik apa yang sudah mereka rebut dan pertahankan untuk kita. Kita tinggal membangun apa yang sudah mereka mulai. Tetapi kita malah sibuk bertengkar siapa yang berhak atas siapa.
Dimana rasa malu kita ?
Mereka dulu juga punya banyak perbedaan pandangan. Tetapi jika itu menyangkut Indonesia, mereka mempunyai satu tujuan. Peluru tidak mengenal apa agama mereka. Mereka harus saling melindungi, saling menjaga supaya mereka tetap hidup dan terus berjuang.
Apakah menjadikan negara kesatuan itu mudah?
Lihat negara lain masih dalam konsep serikat, kesultanan, kerajaan tapi tidak mudah menjadikannya satu kesatuan. Sekian pulau, sekian suku dan ras, sekian agama, sekian pandangan politik, mereka ikatkan menjadi satu Indonesia.
Tidakkah itu seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi kita ? Kapan kita bisa sedikit pintar hanya untuk memahami hal sederhana ini saja?
Maafkan kami, pahlawanku.
Kami yang bodoh ini tidak pernah belajar apapun darimu.. Kami menjadi orang yang egois, mementingkan diri sendiri hanya demi segenggam materi di dunia ini..
Maafkan kami Wolter Monginsidi
Maafkan kami Gatot Subroto
Maafkan kami Pangeran Diponegoro
Maafkan kami I Gusti Ngurah Rai..
Maafkan kami..
Mungkin kami sedang belajar berjalan, kami sedang belajar bicara sehingga kami selalu berisik terhadap apapun juga..
Tunggulah kami di perjalanan kedua dan ceritakan tentang betapa serunya bertempur membela negara.. dengan secangkir kopi tentunya.
sumber: dennysiregar.com
Mereka yang dulu gugur sedang menangis sekarang ini. Apa yang mereka perjuangkan, dengan darah dan airmata kehilangan, begitu mudah dikoyak oleh kebanggaan. Kebanggaan semu yang mengatas-namakan Tuhan tapi mencabik keadilan.
Tidak ada siapapun yang boleh mengklaim kemerdekaan di bumi pertiwi ini kecuali mereka yang menumpahkan darah di atasnya. Mereka yang tidak memperdulikan apa agama mereka, apa suku dan ras mereka, mereka mempunyai kewajiban yang sama yaitu mempertahankan tanah air mereka.
Mereka juga mempunyai hak yang sama terhadap negeri ini. Tidak ada sejengkalpun tanah di bumi ini yang bukan merupakan hak mereka. Begitu juga terhadap keturunan mereka, yaitu kita.
Lalu siapakah kita yang sibuk berbicara mayoritas dan minoritas?
Siapakah kita yang sibuk berbicara angka dihadapan kubur mereka yang sudah mengorbankan semua?
Kita tinggal menjaga dan menikmati dengan baik apa yang sudah mereka rebut dan pertahankan untuk kita. Kita tinggal membangun apa yang sudah mereka mulai. Tetapi kita malah sibuk bertengkar siapa yang berhak atas siapa.
Dimana rasa malu kita ?
Mereka dulu juga punya banyak perbedaan pandangan. Tetapi jika itu menyangkut Indonesia, mereka mempunyai satu tujuan. Peluru tidak mengenal apa agama mereka. Mereka harus saling melindungi, saling menjaga supaya mereka tetap hidup dan terus berjuang.
Apakah menjadikan negara kesatuan itu mudah?
Lihat negara lain masih dalam konsep serikat, kesultanan, kerajaan tapi tidak mudah menjadikannya satu kesatuan. Sekian pulau, sekian suku dan ras, sekian agama, sekian pandangan politik, mereka ikatkan menjadi satu Indonesia.
Tidakkah itu seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi kita ? Kapan kita bisa sedikit pintar hanya untuk memahami hal sederhana ini saja?
Maafkan kami, pahlawanku.
Kami yang bodoh ini tidak pernah belajar apapun darimu.. Kami menjadi orang yang egois, mementingkan diri sendiri hanya demi segenggam materi di dunia ini..
Maafkan kami Wolter Monginsidi
Maafkan kami Gatot Subroto
Maafkan kami Pangeran Diponegoro
Maafkan kami I Gusti Ngurah Rai..
Maafkan kami..
Mungkin kami sedang belajar berjalan, kami sedang belajar bicara sehingga kami selalu berisik terhadap apapun juga..
Tunggulah kami di perjalanan kedua dan ceritakan tentang betapa serunya bertempur membela negara.. dengan secangkir kopi tentunya.
sumber: dennysiregar.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar