Oleh Denny Siregar
Suhu cuaca di Purwakarta tidak beda jauh dengan Jakarta yang panas.
Minggir sejenak ke daerah sesudah begitu tegang selama di Jakarta,
memang lumayan menurunkan tensi yang sedang naik-naiknya.
Apalagi ketika melihat kegiatan Kang Dedi, Bupati Purwakarta, berkumpul dengan para siswa dari berbagai agama, bercanda dengan mereka, meminta mereka saling mencium tangan kepada guru-guru agama yang berlainan agama.
Sontak panasnya Purwakarta turun sekian derajat dan hati ini berasa
disiram air yang dingin. Indahnya keragaman dan konsep saling
menghormati yang diciptakan, iblis seakan pergi dengan teriakan kencang
karena kepanasan.
Sedangkan Jakarta begitu berbeda.
Disana sedang mempersiapkan kebanggaan akan ke-mayoritas-an satu agama dengan alasan membela Tuhan.
Mereka membela Tuhan dengan mencaci, mengejek, meludah bahkan berteriak
untuk membunuh. Tidak cukup teriakan, atraksi berdarah akan
dipertontonkan dengan "memenggal kepala boneka", membakar apa yang bisa
dibakar.
Pada titik paling ekstrim, bisa saja berkembang ke aksi bom bunuh diri
atau membakar diri sebagai bentuk protes penistaan terhadapTuhan.
Duduk di sudut pendopo, diantara anak tangga, membuat saya berfikir dan
merekonstruksikan kembali makna keTuhanan, "Masih adakah Tuhan di
Jakarta sekarang?".
Sambil menyeruput kopi seorang teman berkata dengan nada gundah, "Tuhan sudah pergi meninggalkan Jakarta...".
sumber dennysiregar.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar