Oleh Denny Siregar
"Bang, kenapa abang selalu menghina para ulama? Hati-hati dengan ucapan abang yang akan membawamu ke neraka..''.
Saya suka senyum-senyum sendiri kalau membaca komen ataupun pesan ini yang dihadirkan dengan rasa marah dan benci.
Anas meriwayatkan: "Ulama adalah kepercayaan para rasul selama mereka tidak bergaul dengan penguasa dan tidak asyik dengan dunia. Jika mereka bergaul dengan penguasa dan asyik dengan dunia maka mereka telah mengkhianati para rasul. Karena itu, jauhilah mereka.." (HR al-Hakim).
Sedangkan ulama yang benar adalah seorang alim yang mempunyai pengetahuan luas tentang agama. Ia sudah "meninggalkan" dunia dan sifat2 kemegahannya.
"Bang, kenapa abang selalu menghina para ulama? Hati-hati dengan ucapan abang yang akan membawamu ke neraka..''.
Saya suka senyum-senyum sendiri kalau membaca komen ataupun pesan ini yang dihadirkan dengan rasa marah dan benci.
Saya memaafkannya karena ketidak-tahuannya. Ia belum berhasil memilah
mana ulama su (jahat) dan mana yang sebenar-benarnya ulama.
Menurut adz-Dzhabi, ulama sû’ adalah ulama yang mempercantik kezaliman
dan ketidakadilan yang dilakukan oleh penguasa; ulama yang
memutarbalikan kebatilan menjadi kebenaran untuk penguasa; atau ulama
yang diam saja (di hadapan penguasa) padahal ia mampu menjelaskan
kebenaran.
Rasulullah SAW: "Kebinasaan bagi umatku (datang) dari ulama sû’; mereka menjadikan ilmu sebagai barang dagangan yang mereka jual kepada para penguasa masa mereka untuk mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Allah tidak akan memberikan keuntungan dalam perniagaan mereka itu." (HR al-Hakim).
Rasulullah SAW: "Kebinasaan bagi umatku (datang) dari ulama sû’; mereka menjadikan ilmu sebagai barang dagangan yang mereka jual kepada para penguasa masa mereka untuk mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Allah tidak akan memberikan keuntungan dalam perniagaan mereka itu." (HR al-Hakim).
Anas meriwayatkan: "Ulama adalah kepercayaan para rasul selama mereka tidak bergaul dengan penguasa dan tidak asyik dengan dunia. Jika mereka bergaul dengan penguasa dan asyik dengan dunia maka mereka telah mengkhianati para rasul. Karena itu, jauhilah mereka.." (HR al-Hakim).
Al-Minawi, dalam Faydh al-Qadîr, mengatakan, “Bencana bagi umatku
(datang) dari ulama sû’, yaitu ulama yang dengan ilmunya bertujuan
mencari kenikmatan dunia, meraih gengsi dan kedudukan. Setiap orang dari
mereka adalah tawanan setan. Ia telah dibinasakan oleh hawa nafsunya
dan dikuasai oleh kesengsaraannya.
Siapa saja yang kondisinya demikian, maka bahayanya terhadap umat datang
dari beberapa sisi. Dari sisi umat; mereka mengikuti ucapan-ucapan dan
perbuatan-perbuatannya.
Ia memperindah penguasa yang menzalimi manusia dan gampang mengeluarkan
fatwa untuk penguasa. Pena dan lisannya mengeluarkan kebohongan dan
kedustaan. Karena sombong, ia mengatakan sesuatu yang tidak ia ketahui.”
Al-Ghazali mengingatkan, “Hati-hatilah terhadap tipudaya ulama sû’.
Sungguh, keburukan mereka bagi agama lebih buruk daripada setan. Sebab,
melalui merekalah setan mampu menanggalkan agama dari hati kaum Mukmin.
Atas dasar itu, ketika Rasul SAW ditanya tentang SEJAHAT-JAHAT MAHLUK,
Beliau menjawab, “Ya Allah berilah ampunan.” Beliau mengatakannya
sebanyak tiga kali, lalu bersabda, “Mereka adalah ulama sû’.”
Sedangkan ulama yang benar adalah seorang alim yang mempunyai pengetahuan luas tentang agama. Ia sudah "meninggalkan" dunia dan sifat2 kemegahannya.
Pola hidupnya sudah pasti sangat sederhana dan kesederhanaannya itu
menjadikannya bersahaja. Seluruh apa yang dilakukannya semua bernafaskan
kebaikan, karena nafsunya berhasil ia kendalikan.
Seorang ulama haruslah menjalani proses penderitaan di dunia. Ia menderita perasaannya ketika melihat orang2 miskin dan yang terzalimi. Rasa sakitnya itu mengasah hatinya sehingga akalnya menjadi tajam dalam memilah mana kebenaran dan mana kesalahan.
Seorang ulama haruslah menjalani proses penderitaan di dunia. Ia menderita perasaannya ketika melihat orang2 miskin dan yang terzalimi. Rasa sakitnya itu mengasah hatinya sehingga akalnya menjadi tajam dalam memilah mana kebenaran dan mana kesalahan.
Seorang ulama yang benar seperti secangkir kopi. Meskipun manisnyà dunia
mendekatinya dari berbagai arah, ia tetaplah menjadi pahit karena
baginya pahit adalah kenikmatan yang hakiki...
Seruput...
Seruput...
sumber Dennysiregar.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar