Oleh Denny Siregar
Dari keseluruhan Presiden di Indonesia, baru pada masa pakde Jokowi inilah saya menemukan bahwa politik itu sejatinya cerdas dan cantik. Politik yang biasanya kotor dan kasar dimainkan dengan indah, lembut tapi terlihat ketegasan dalam langkahnya.
Dari keseluruhan Presiden di Indonesia, baru pada masa pakde Jokowi inilah saya menemukan bahwa politik itu sejatinya cerdas dan cantik. Politik yang biasanya kotor dan kasar dimainkan dengan indah, lembut tapi terlihat ketegasan dalam langkahnya.
Saya tertarik melihat langkah Jokowi sejak banyak keraguan terhadapnya
ketika ia dituding "boneka partai". Alih-alih sibuk menyangkal tudingan
itu, pakde memainkan orkestranya dengan benar.
Ia tahu bahwa ia sedang diadu dengan bu Mega, tetapi ia tidak
memperdulikannya. Pakde tidak pernah meninggalkan rasa hormatnya, ia
tetap mendudukkan sang ibu diatasnya.
Ketidak-patuhannya tidak ia tunjukkan dengan frontal, tetapi mengambil
jalan halus yang tidak menyinggung, membuat orang beralih hormat
padanya. Pakde memainkan politik yang seimbang, bagaimana semua masalah
bisa diselesaikan tanpa harus menyakiti.
Lihat saja apa yang ia lakukan terhadap Budi Gunawan ketika terjadi
penolakan kuat jika ia menjadi Kapolri. Pakde juga menyelesaikan masalah
KPK vs Polri jilid II dengan manis tanpa meninggalkan huru-hara.
Langkah-langkah begini yang membuat lawan bingung. Mereka selalu ingin
menjebak Jokowi dalam perangkap simalakama, tetapi pakde berhasil
menghindar dan malah membuat score yang indah.
Ingat ketika negara dalam keadaan genting akibat terbelahnya parlemen
menjadi 2 kekuatan dan kekuatan lawan selalu menyandera kebijakannya.
Pakde mampu memainkan samurainya, membelah lawan tanpa mereka sadari dan
tersakiti. Lawan hancur berkeping dalam sayatan2 halus menunjukkan
pemainnya sangat profesional.
Begitu juga ketika menghadapi tekanan lawan yang ingin menjebaknya dengan membawa kasus penistaan agama..
Siapapun harus mengakui bahwa posisi Jokowi adalah posisi sangat sulit
ketika dijebak untuk mengambil keputusan yang dua-duanya mempunyai
resiko yang sama besarnya. Ia seperti terkunci dan lawan tertawa senang
karena mereka sudah menyiapkan jebakan baru apapun keputusan yang
diambil Pakde.
Tetapi Jokowi memang master dalam permainan ini. Ia membuka
pertahanannya lebar-lebar sehingga lawan bernafsu untuk langsung
memukulnya. Alhasil, mereka sendiri yang terkurung dalam perangkap yang
mereka buat sendiri.
Jokowi mampu merendahkan dirinya untuk mendekati para ulama, tetapi
sekaligus ia merapatkan barisan dengan Kopassus. Ini seni pertarungan
yang tidak semua orang mampu melihatnya.
Banyak yang terkecoh ketika Jokowi datang kesana kemari dan mereka
meremehkannya, menganggapnya galau dan panik, tetapi sesungguhnya Jokowi
sedang menata pertahanan dan serangan sekaligus. Ia tidak memukul
lawan, tetapi membuat mereka terkunci sehingga buah simalakama yang
mereka hidangkan ke Jokowi, harus mereka makan sendiri.
Saya seperti menonton ulang film kolosal Red Cliff, dimana strategi
adalah segalanya. Kemenangan tidak diukur dari berapa banyaknya korban
di pihak lawan, tetapi dari seberapa kuatnya kemampuan bertahan ketika
posisi sedang lemah.
Pakde ini seperti secangkir kopi, dimana ia tidak memainkan pahit dan
manis secara berlebihan, karena keseimbangan adalah kenikmatan yang
sebenarnya...
Satu waktu ingin kutuangkan kopi dalam cangkirnya dan mendengarkan
langkah2nya yang sulit ditebak, selain sesudah semua itu berjalan.
Pasti aku betah mendengarkannya..
sumber :dennysiregar.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar