Belajar Kehidupan Dari Teresa Hsu Chih (Bunda Teresa Dari
Singapura)
Namanya Teresa Hsu Chih. Mantan perawat yang lebih perawat
dari perawat. Di masa tuanya pun, Teresa masih giat mencari pasien yang bisa
dibantu. Saking perhatiannya dengan pasiennya. Ia sampai rela makan rumput asal
pasiennya tidak makan rumput.
Dan hebatnya ia melakukan hal itu tanpa dibayar. Ia bahkan
mencari dana untuk menyediakan kebutuhan untuk para pasiennya.
Tidak salah kalau orang-orang menyamakan dan memanggilnya
sebagai Bunda Teresa dari Singapura.
Pertama melihat Beliau dari TED Talk Singapura. Saat
itu beliau sudah terlihat keriput dan lemah khas orang tua. Akan tetapi
kasihnya tetap terasa saat Beliau bercerita tentang pengalamannya melayani
“pasien”nya.
Beliau dikenal sering membagikan makanan yang dimilikinya.
Dan ternyata itu memang tuntunan hidupnya. Untuk membagikan makanan yang
dimilikinya bagi mereka yang lebih kelaparan.
Pandangan hidup ini Beliau dapatkan dari pengalaman bersama
Ibunya. Beliau berasal dari keluarga sederhana, jika tidak mau dibilang miskin.
Karena tidak memiliki uang untuk membeli bahan makanan di toko. Sering mereka
makan dari apa yang tumbuh di tanah. Umbi dan bambu muda menjadi menu wajib
yang sering mereka temui.
Pada suatu hari saat mereka sedang duduk dan bersiap untuk
makan dengan menu wajib. Datang seorang ibu dan anaknya yang masih kecil.
Mereka mengetuk pintu dan berkata, “Tolong kami sudah dua hari belum makan,
bantulah kami.”
Begitu mendengar hal itu, Ibu Beliau langsung mengambil
semua makanan yang ada di meja, yang sebenarnya akan mereka makan, dan
memberikannya kepada Ibu dan anak kecilnya itu.
“Kita sudah makan kemarin, mereka jauh lebih berhak atas
makanan itu dibandingkan kita.” Kata Ibu kepada Teresa kecil.
Kejadian itu membekas dalam di hati Teresa dan itu juga yang
memotivasi Teresa untuk menjadi perawat dan memberikan semua yang dimilikinya
untuk mereka yang lebih berhak, untuk mereka yang lebih lapar dibandingkan
dirinya.
Teresa mendirikan organisasi kemanusiaan yang bertujuan
memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan. Organisasi ini
memberikan uang untuk membayar sewa tempat tinggal orang yang tidak memiliki
rumah, membelikan bahan makanan untuk keluarga yang tidak mampu dan makanan
untuk mereka yang tinggal sendiri tanpa keluarga.
Pada suatu hari, seseorang bertanya ke Teresa. “Kenapa anda
berkeliling membagikan makanan ke 20 orang lebih? Bukannya tinggal di rumah dan
makan makanan yang anda miliki sambil menikmati hidup.”
“Teresa menjawab, “Kalau aku makan sendiri di rumah, yang
senang (tertawa) hanya aku. Tapi kalau aku berbagi makanan dengan 20 orang,
maka yang senang (tertawa) ada 21 orang. Kesenangannya naik jadi 21 kali lipat
dibandingkan jika aku makan sendiri.”
Sebuah filosofi hidup yang sederhana tapi mulia.
Teresa juga memiliki pandangan yang bijak dalam menghadapi
masalah kehidupan.
“Masalah selalu ada dalam hidup. Kalau kamu punya masalah,
selesaikan sebaik-baiknya. Sisanya terima apa adanya.”
Sekilas ini adalah internalisasi doa Doa Santo Fransiskus
dari Asisi yang berbunyi, “Ajar kami merubah apa yang bisa kamu ubah, dan
menerima apa yang tidak bisa kami ubah.” Tetapi saya yakin ini bukan sekedar
mengcopy, tetapi menghidupi doa yang kemudian menjadi panduan hidup seorang
Teresa yang kemudian dikenal sebagai Bunda Teresa dari Singapura.
Tidak setiap kita mendapat panggilan seperti ini. Jalan
keliling lingkungan mencari orang yang lebih susah dibanding kita dan
membagikan apa yang kita punya. Tapi kita bisa membantu dengan apa yang kita
punya.
Memberikan sumbangan misalnya. Atau mendoakan. Atau
setidaknya tidak menjadi orang yang menghalangi perbuatan baik seperti ini
dengan menggunakan isu - isu sara.
Saat melihat kehidupan Bunda Teresa dari Singapura ini saya
seolah diingatkan akan beberapa hal:
- Masalah
yang kita hadapi tidaklah seberat yang kita duga, ada orang lain yang
punya masalah yang lebih berat. Dan kehidupan akan lebih indah kalau kita
mau meringankan beban orang lain.
- Kebahagiaan
tidak akan berkurang saat dibagikan, ia justru akan berlipat.
- Sedih
dan menangis itu penting untuk emosi kita, tetapi jangan lama-lama. Akan
lebih baik kalau kita tertawa dan fokus bekerja memperbaiki yang bisa kita
perbaiki.
Bagaimana dengan anda? Adakah pelajaran yang muncul saat
anda membaca cerita Bunda Teresa dari Singapura ini?
Saya akan tutup artikel ini dengan satu kutipan dari Bunda
Teresa dari Singapura saat ditanya alasannya berbuat baik:
I've no family, so I look after everybody else. I choose to
serve everybody else who comes to me—that is my job... The world is my home,
all living beings are my family, selfless service is my religion"
“Saya tidak punya keluarga, jadi saya rawat semua orang.
Saya memilih untuk merawat siapa saja yang datang, itulah tugas saya…. Bumi ini
adalah rumahku, semua makhluk hidup adalah keluargaku, pelayanan tanpa pamrih
adalah agamaku.”
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar