Minggu, Januari 19, 2020

Belajar Kehidupan Dari Teresa Hsu Chih (Bunda Teresa Dari Singapura)


Belajar Kehidupan Dari Teresa Hsu Chih (Bunda Teresa Dari Singapura)

Namanya Teresa Hsu Chih. Mantan perawat yang lebih perawat dari perawat. Di masa tuanya pun, Teresa masih giat mencari pasien yang bisa dibantu. Saking perhatiannya dengan pasiennya. Ia sampai rela makan rumput asal pasiennya tidak makan rumput.
Dan hebatnya ia melakukan hal itu tanpa dibayar. Ia bahkan mencari dana untuk menyediakan kebutuhan untuk para pasiennya.
Tidak salah kalau orang-orang menyamakan dan memanggilnya sebagai Bunda Teresa dari Singapura.
Pertama melihat Beliau dari TED Talk Singapura. Saat itu beliau sudah terlihat keriput dan lemah khas orang tua. Akan tetapi kasihnya tetap terasa saat Beliau bercerita tentang pengalamannya melayani “pasien”nya.
Beliau dikenal sering membagikan makanan yang dimilikinya. Dan ternyata itu memang tuntunan hidupnya. Untuk membagikan makanan yang dimilikinya bagi mereka yang lebih kelaparan.

Pandangan hidup ini Beliau dapatkan dari pengalaman bersama Ibunya. Beliau berasal dari keluarga sederhana, jika tidak mau dibilang miskin. Karena tidak memiliki uang untuk membeli bahan makanan di toko. Sering mereka makan dari apa yang tumbuh di tanah. Umbi dan bambu muda menjadi menu wajib yang sering mereka temui.
Pada suatu hari saat mereka sedang duduk dan bersiap untuk makan dengan menu wajib. Datang seorang ibu dan anaknya yang masih kecil. Mereka mengetuk pintu dan berkata, “Tolong kami sudah dua hari belum makan, bantulah kami.”
Begitu mendengar hal itu, Ibu Beliau langsung mengambil semua makanan yang ada di meja, yang sebenarnya akan mereka makan, dan memberikannya kepada Ibu dan anak kecilnya itu.
“Kita sudah makan kemarin, mereka jauh lebih berhak atas makanan itu dibandingkan kita.” Kata Ibu kepada Teresa kecil.
Kejadian itu membekas dalam di hati Teresa dan itu juga yang memotivasi Teresa untuk menjadi perawat dan memberikan semua yang dimilikinya untuk mereka yang lebih berhak, untuk mereka yang lebih lapar dibandingkan dirinya.
Teresa mendirikan organisasi kemanusiaan yang bertujuan memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan. Organisasi ini memberikan uang untuk membayar sewa tempat tinggal orang yang tidak memiliki rumah, membelikan bahan makanan untuk keluarga yang tidak mampu dan makanan untuk mereka yang tinggal sendiri tanpa keluarga.
Pada suatu hari, seseorang bertanya ke Teresa. “Kenapa anda berkeliling membagikan makanan ke 20 orang lebih? Bukannya tinggal di rumah dan makan makanan yang anda miliki sambil menikmati hidup.”
“Teresa menjawab, “Kalau aku makan sendiri di rumah, yang senang (tertawa) hanya aku. Tapi kalau aku berbagi makanan dengan 20 orang, maka yang senang (tertawa) ada 21 orang. Kesenangannya naik jadi 21 kali lipat dibandingkan jika aku makan sendiri.”
Sebuah filosofi hidup yang sederhana tapi mulia.
Teresa juga memiliki pandangan yang bijak dalam menghadapi masalah kehidupan.
“Masalah selalu ada dalam hidup. Kalau kamu punya masalah, selesaikan sebaik-baiknya. Sisanya terima apa adanya.”
Sekilas ini adalah internalisasi doa Doa Santo Fransiskus dari Asisi yang berbunyi, “Ajar kami merubah apa yang bisa kamu ubah, dan menerima apa yang tidak bisa kami ubah.” Tetapi saya yakin ini bukan sekedar mengcopy, tetapi menghidupi doa yang kemudian menjadi panduan hidup seorang Teresa yang kemudian dikenal sebagai Bunda Teresa dari Singapura.
Tidak setiap kita mendapat panggilan seperti ini. Jalan keliling lingkungan mencari orang yang lebih susah dibanding kita dan membagikan apa yang kita punya. Tapi kita bisa membantu dengan apa yang kita punya.
Memberikan sumbangan misalnya. Atau mendoakan. Atau setidaknya tidak menjadi orang yang menghalangi perbuatan baik seperti ini dengan menggunakan isu - isu sara.
Saat melihat kehidupan Bunda Teresa dari Singapura ini saya seolah diingatkan akan beberapa hal:
  • Masalah yang kita hadapi tidaklah seberat yang kita duga, ada orang lain yang punya masalah yang lebih berat. Dan kehidupan akan lebih indah kalau kita mau meringankan beban orang lain.
  • Kebahagiaan tidak akan berkurang saat dibagikan, ia justru akan berlipat.
  • Sedih dan menangis itu penting untuk emosi kita, tetapi jangan lama-lama. Akan lebih baik kalau kita tertawa dan fokus bekerja memperbaiki yang bisa kita perbaiki.
Bagaimana dengan anda? Adakah pelajaran yang muncul saat anda membaca cerita Bunda Teresa dari Singapura ini?
Saya akan tutup artikel ini dengan satu kutipan dari Bunda Teresa dari Singapura saat ditanya alasannya berbuat baik:
I've no family, so I look after everybody else. I choose to serve everybody else who comes to me—that is my job... The world is my home, all living beings are my family, selfless service is my religion"
“Saya tidak punya keluarga, jadi saya rawat semua orang. Saya memilih untuk merawat siapa saja yang datang, itulah tugas saya…. Bumi ini adalah rumahku, semua makhluk hidup adalah keluargaku, pelayanan tanpa pamrih adalah agamaku.”

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar